FAKTOR-FAKTOR BUDAYA DALAM EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi adalah studi tentang persebaran dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap berbagai jenis penyakit dalam kehidupan manusia. Fokusnya tidak hanya pada penyakit individual, tapi juga pada kelompok masyarakat yang menyangkut tentang kesehatan dan penyakit. Ketika meneliti suatu penyakit tertentu (misalnya kanker paru-paru) para ahli epidemiologi mencoba menghubungkan kejadian-kejadian dan persebaran pada faktor-faktor yang berkaitan dengan kondisi pasien (seperti kebiasaan merokok) untuk menemukan kemungkinan penyebab penyakit tersebut. Faktor-faktor yang umumnya berpengaruh adalah umur, jenis kelamin, status perkawinan, kesempatan kerja, keadaan sosial-ekonomi, makanan, lingkungan (baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial), dan perilaku-perilaku si penderita. Dengan tujuan untuk mengungkapkan hal-hal yang berhubungan dengan berbagai faktor tersebut dengan perkembangan suatu penyakit.
Epidemiologi menggunakan metode survei yang terbagi atas dua pendekatan, dan suatu pendekatan lainnya yang menggabungkan kedua pendekatan tersebut. Pertama, metode pengawasan kasus (case control), metode ini menguji sebuah sampel populasi yang menderita suatu penyakit tertentu dan membandingkannya dengan masyarakat lainnya yang tidak menderita penyakit tersebut. Dari sini akan ditemukan suatu uji statistik yang menghubungkan antara faktor-kator yang menentukan dan kejadian suatu penyakit. Misalnya kebasaan merokok dalam jangka waktu yang lama dapat mempengaruhi timbulnya kanker paru-paru. Kedua, metode kelompok (cohort study), pendekatan ini memulai surveinya pada populasi yang sehat (dalam artian tidak sedang mewabah suatu penyakit), beberapa dari anggota populasi itu dihubungkan dengan hipotesa risiko-risiko tertentu, misalnya merokok, kemudian mengikuti perkembangannya selama beberapa waktu, hingga ditemukan suatu penyakit-penyakit tertentu yang terjadi pada populasi itu.
Pada tataran individual, akibat-akibat yang ditimbulkan oleh suatu risiko tertentu (misalnya kebiasaan merokok tadi) menjangkau pada populasi yang terbatas. Jadi tidak selamanya perokok mengidap penyakit jantung, atau tidak selalu imigran (kaum pendatang yang tidak dapat menyesuaikan diri) mengalami depresi. Untuk memahami mengapa individu tertentu mengalami suatu penyakit-penyakit tertentu pada waktu-waktu tertentu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor lainnya seperti: faktor genetika, kondisi fisik, psikologis, dan sosial-budaya, bagaimana keterkaitan antarfaktor tersebut juga perlu menjadi bahan pertimbangan. Penjelasan multi-faktor tersebut dapat berpengaruh terhadap suatu penyakit tertentu tetapi tidak berlaku terhadap penyakit lainya.
Kebudayaan dan Identifikasi Penyakit
Latar belakang kebudayaan yang bervariasi dari berbagai negara di dunia ini, mengakibatkan berbeda pula data epidemiologis yang diperoleh para peneliti. Hal ini terjadi disebabkan karena pengidentifikasian terhadap ’peristiwa’ suatu penyakit berbeda-beda di tiap-tiap negara. Seperti yang pernah diteliti oleh Fletcher dkk. bahwa penyakit ’bronkhitis kronis’ di Inggris dan penyakit ’ampisema’ di Amerika Utara. Terdapat gejala dan tand-tanda yang sama antara kedua penyakit tersebut. Tetapi mereka mendefinisikannya dengan istilah yang berbeda. Studi lainnya oleh ahli psikiatri yang mendiagnosa penyakit ’schizophrenia’ yang berbeda di Inggris dengan Amerika.
Zola menekankan bahwa adanya pendefinisian yang berbeda antarnegara tersebut terjadi dipengaruhi oleh dua faktor, yakni: (1) peristiwa aktual/nyata yang terjadi dari penyakit tersebut dan (2) kesepakatan terhadap peristiwa tersebut sebagai sesuatu yang ’tidak normal’ (baik oleh pasien maupun oleh dokter). Perbedaan pemahaman penyakit tersebut bukan hanya terjadi di negara-negara berbeda tetapi juga pada aspek budaya lainnya, antara lain pemahaman penyakit yang berbeda antara kalangan atas dengan kalangan bawah.
Faktor-faktor Budaya dalam Epidemiologi
Dalam studi Epidemiologi, terutama yang berkaitan dengan Antropologi Kesehatan dikenal adanya 23 point penting faktor-faktor budaya yang dapat berpengaruh memunculkan suatu penyakit, atau mempengaruhi kualitas kesehatan seseorang atau sekelompok orang. 23 poit tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan terkait satu sama lain (Helman, 1984:185).
Untuk lebih jelasnya mengenai faktor-faktor budaya dalam epidemiologi diuraikan sebagai berikut:
1. Family structure (Struktur keluarga)
Berhubungan dengan masalah interaksi dengan anggota keluarga lainnya, baik keluarga inti maupun keluarga luas. Keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak, jika salah seorang dalam anggota keluarga tersebut memiliki suatu penyakit (menular, misalnya: TBC) maka interaksi yang berulang-ulang dengan anggota keluarga lainnya dapat menyebabkan anggota keluarga yang lain akan tertular. Begitu pula dengan interaksi dengan anggota keluarga luas. Bagaimana bentuk interaksi dengan anggota keluarga yang lebih luas (paman-tante, kakek-nenek, sepupu, kemanakan, cucu, dst.) salah satunya dalam hal perawatan anak, pendidikan anak, penyiapan makanan, pakaian, dan keperluar lainnya. Pemilihan lembaga pengobatan di saat anggota keluarga sedang sakit, bagaimana perawatan terhadap si sakit. Kesemuanya ini berpengaruh terhadap munculnya suatu penyakit.
2. Gender roles (Kesetaraan gender)
Masyarakat kita yang masih primordial (masih memegang adat/tradisi leluhur) terkadang masih menerapkan pembagian status dan peran antara laki-laki dengan perempuan. Misalnya dalam hal pembagian pekerjaan, laki-laki dituntut untuk mencari nafkah sedangkan perempuan ditugaskan untuk menjaga dan merawat anak-anak di rumah. Laki-laki dibebankan dengan pekerjaan yang berat, sementara perempuan diberikan tugas yang cukup ringan. Resiko penyakit terhadap kedua jenis kelamin ini berbeda, demikian pula dengan resiko penyakit yang mungkin ditimbulkan oleh beban kerja yang berbeda. Misalnya: wanita yang selain berberan sebagai wanita karir juga sebagai ibu rumah tangga, kemungkinan beban kerja dan pikiran yang diembannya lebih banyak, hingga waktu istirahat berkurang, mudah lelah, dan mudah terkena anemia.
3. Marriage patterns (Sistem kekerabatan)
Sistem kekerabatan yang dimaksudkan di sini adalah endogami (perkawinan dalam keluarga) atau eksogai (perkawinan di luar keluarga). Sistem kekerabatan berpengaruh terhadap timbulnya suatu penyakit. Di mana ada penyakit-penyakit tertentu yang diwariskan melalui gen. Perkawinan dengan anggota kerabat dekat dapat mempermudah penyebaran gen tersebut, berbeda apabila memilih pasangan dari keluarga lain, kemungkinan resikonya terkena penyakit keturunan akan lebih sedikit. Kecuali apabila, dari keluarga lain pun mengidap penyakit keturunan tertentu. Perkawinan dengan kerabat dekat (sedarah) juga dapat melahirkan keturunan yang memiliki kelainan tertentu, atau penyakit-penyakit tertentu, seperti: keturunan yang cacat atau idiot, karena berasal dari keturunan yang masih sedarah.
4. Sexual behaviour (Perilaku seksual)
Perilaku seksual berkaitan dengan bagaimana manusia memenuhi kebutuhannya akan reproduksi. Pada masyarakat Indonesia, hubungan seksual dianggap bisa lakukan hanya pada pasangan yang telah resmi menikah. Tetapi di negara-negara Eropa dan Amerika hubungan seksual permisif dilakukan bagi pasangan kencan, tunangan, meskipun belum resmi menikah. Di Indonesia seks bebas tidak berlakukan, karena seks bebas dapat menimbulkan pengaruh negatif, seperti: penularan HIV/AIDS, aborsi, dan pernikahan dini. Sedangkan di negara-negara Eropa dan Amerika yang terjadi justru sebaliknya, mereka cenderung permisif terhadap seks bebas. Karena itu penularan HIV/AIDS di negara-negara tersebut sangat sulit untuk dicegah.
5. Contraceptive Patterns (Penggunaan alat-alat kontrasepsi)
Pemilihan alat kontrasepsi pada pasangan-pasangan tertentu, apakah menggunakan PIL KB, IUD, spiral, kondom, dll. berpengaruh besar terhadap kesehatan si pengguna alat kontrasepsi. Alat alat tertentu cocok bagi seseorang, tetapi belum tentu cocok bagi orang lain. Karena itu terkadang ketika seorang ibu telah memakai spiral misalnya, tetapi justru hamil di luar kandungan, atau telah meminum pil, tetapi tetap saja hamil, maka kemungkinan si ibu tidak cocok dengan kontrasepsi tersebut. Penggunaan alat kontrasepsi juga perlu dipertimbangkan efek samping yang akan ditimbulkan, yang tentu saja akan berpengaruh bagi kesehatan si pengguna alat kontrasepsi.
Kondom yang awalnya sebagai pencegah kehamilan bagi pasangan suami-istri (pasutri), kini telah banyak dipasarkan secara meluas. Karena itu kondom tidak hanya digunakan oleh pasutri tetapi juga oleh pasangan kencan, bahkan sekarang ini banyak digunakan juga oleh remaja yang melakukan seks bebas. Terkadang kondom juga tidak berhasil dalam mencegah kehamilan. Apabila kehamilan tetap terjadi, biasanya pasangan kencan lebih memilih untuk aborsi terutama pada kaum remaja.
6. Population policy (Kebijakan kependudukan)
Adanya pendapat masyarakat awam bahwa ”banyak banyak rezeki” menjadikan program KB di beberapa daerah di Indonesia gagal. Beberapa kelompok masyarakat beranggapan bahwa memiliki banyak anak, justru akan mendatangkan rezeki yang banyak pula. Akhirnya mereka tidak membatasi jumlah kelahiran anak-anaknya, tanpa mempertimbangkan masa depan anak-anak mereka, bagaimana pendidikannya kelak, bagaimana memberikan makanan bergizi bagi anak-anak mereka, tidak diperhitungkan. Jumlah anak yang banyak tanpa didukung oleh penghasilan yang besar, tidak akan menjamin masa depan yang cerah bagi anak-anak.
7. Childbirth and child-rearing practicies (Praktek kelahiran dan melahirkan)
Hal ini berhubungan dengan masalah pemilihan praktek persalinan, apakah menggunakan tenaga dukun, bidan, atau dokter. Atau apakah dilahirkan di rumah, di puskesmas, di rumah bersalin, atau di rumah sakit. Hal ini penting mengingat perlengkapan yang digunakan oleh tenaga-tenaga medis yang telah disebutkan tadi, berbeda-beda dalam membantu kelahiran bayi.
Juga terkai dengan masalah perawatan bayi dan anak-anak. Pemilihan asupan gizi untuk bayi dan anak-anak. Apakah memberikan ASI ekslusif pada bayi yang baru lahir hingga berumur satu tahun, atau justru memberikan susu kemasan yang sekarang ini banyak dipasarkan, seperti NUTRILON, SGM, dll. yang tentu saja kandungan gizi pada ASI berbeda dengan susu kemasan. Selain itu hal ini juga berhubungan dengan asupan gizi apa yang diberikan kepada balita, apakah bubur beras, pisang, sayuran, margarin/keju, atau bubur saring/nasi.
8. Body image alteration (Persepsi tentang tubuh ideal)
Adanya pendapat bahwa tubuh yang ideal adalah tubuh yang porsi berat badan seimbang dengan tinggi badan. Gemuk atau kurus dianggap tidak seimbang. Oleh karena itu baik laki-laki maupun perempuan menginginkan tubuh yang ideal melalui berbagai cara, di antaranya diet, sedot lemak, minum obat/jamu pelangsing, krim pelangsing perut, atau senam, tanpa menyesuaikan dengan kondisi badan. Mereka juga cenderung mengurangi porsi makan (tanpa mempertimbangkan nilai gizinya) demi untuk mendapatkan tubuh yang ideal. Baru-baru ini METRO TV pernah menayangkan suatu berita yang berasal dari para model di Prancis. Untuk menjadi model sebuah rumah mode tertentu di Prancis ditentukan berat badan ideal untuk para model tersebut, yang menurut ahli kesehatan dianggap sangat kurus. Demi tuntutan profesi, para model itu harus menyesuaikan berat badannya dengan aturan yang berlaku. Maka dari itu mereka berdiet, bahkan ada yang jauh sakit hingga meninggal karena menginginkan berat badan yang sudah menjadi ketentuan.
9. Diet (Makanan)
Dalam hal pemenuhan kebutuhan makan, terkadang masyarakat awam tidak mempertimbangkan nilai gizi yang terkadung pada makanan yang dikonsumsi, yang utama adalah kenyang. Demikian pula bagi orang-orang yang sibuk dengan urusan kantor/bisnis, terkadang lebih mengutamakan urusan pekerjaan dibanding makanan, pun dalam hal memilih makanan biasanya memilih yang praktis/instant (cepat saji) yang tidak membutuhkan waktu yang lama dalam pengolahannya, tanpa mempertimbangkan efek samping dari makanan instant tersebut. Apakah mengandung zat pengawet, zat kimia, formalin, atau zat lainnya yang berbahaya bagi tubuh.
10. Dress (Pakaian)
Di era modern seperti sekarang ini, mode atau gaya berpakaian menjadi sangat utama. Sementara kebersihan pakaian, atau kesesuaian pakaian dengan kondisi lingkungan tidak diperhitungkan. Yang dimaksud pakaian di sini adalah pakaian plus assesorisnya. Ada assesoris tertentu yang dapat menimbulkan alergi kulit bagi penggunanya, apabila dikenakan dalam jangka waktu yang relatif lama. Seperti: stainless imitasi, perak, emas, dll. Selain itu, kebersihan pakaian juga penting untuk diperhatikan. Terkadang pakaian yang sulit untuk dicuci seperti jeans, biasanya dicuci setelah berulang-ulang kali dipakai. Juga dalam hal kebiasaan mengganti pakaian dalam. Ada yang mengganti dua kali sehari setelah mandi, ada bahkan yang menggantinya setelah beberapa hari. Hal tersebut dapat menimbulkan penyakit kelamin.
11. Personal higiene (Kesehatan personal)
Hal ini berkaitan dengan kebersihan individu, terutama terhadap kebiasaan sehari-hari, seperti: berapakali mandi dalam satu hari? Jam-jam berapa saja si individu membersihkan badan? Sabun apa yang digunakan? Apakah melakukan perawatan tubuh lainnya atau tidak? Seperti lulur, mandi sauna/SPA. Juga dalam hal kebersihan kamar, rumah, dan sekitarnya. Hal tersebut dapat mempengaruhi munculnya penyakit-penyakit tertentu. Kesehatan personal juga berkitan dalam hal kebersihan seluruh badan, dari ujung rambut hingga ujung kaki. Di antaranya mengenai shampo apa yang digunakan untuk membersihkan rambut, apakah cocok dengan kulit kepala atau tidak. Juga yang berkenaan dengan alat dan bahan yang digunakan untuk kecantikan dan perawatan wajah/tubuh. Kesesuaian zat kimia yang terkandung dalam bahan tersebut apabila tidak cocok dengan kondisi wajah/tubuh akan dapat menimbulkan jerawat, alergi, atau penyakit kulit lainnya.
12. Housing arrangements (Keadaan Pemukiman)
Pemukiman penduduk ada yang berada dalam kompleks perumahan (BTN) , ada pula yang bukan kompleks perumahan (bukan BTN). Kompleks perumahan biasanya ditentukan tempat-tempat tertentu untuk pembuangan sampah, terkadang pula dilengkapi oleh fasilitas pengambilan sampah secara rutin dari dinas kebersihan setempat. Tetapi bagi rumah yang bukan kompleks biasanya tempat pembuangan sampahnya tidak tentu. Karena itu terkadang sampah menjadi masalah yang besar, terutama di kota besar.
Masalah ini juga berhubungan dengan kondisi rumah yang ditempati oleh individu atau keluarga. Apakah rumah tersebut telah memenuhi persyaratan kesehatan, seperti: sirkulasi udara cukup, mendapat cahaya matahari langsung ke dalam rumah. Atau juga mengenai jumlah anggota keluarga yang tinggal di rumah tersebut. Apakah rumah RSS yang dihuni oleh banyak orang, atau rumah berlantai dua yang hanya dihuni oleh satu atau dua orang saja. hal ini tidak hanya berpengaruh terhadap kenyamanan tinggal di rumah tersebut, tetapi juga berpengaruh terhadap kondisi kesehatan si penghuni.
13. Sanitation arrangements (Kebersihan lingkungan)
Lokasi perumahan yang letaknya relatif dekat dengan TPA (tempat pembuangan sampah akhir) akan mudah terkontaminasi oleh sampah-sampah tersebut. Begitu pula dengan sistem pembuangan jambang (MCK) bagi warga sekitar. Penduduk yang hidup di perkotaan dengan penduduk yang tinggal di daerah pedesaan (khsusnya sekitar pantai atau sungai) memiliki kebiasaan berbeda dalam hal pembuangan sampah atau MCK. Masyarakat perkotaan umumnya menggunakan WC di rumah masing-masing. Sedangkan pada daerah sekitar laut atau sungai biasanya masyarakatnya tidak memiliki WC. Mereka lebih banyak melakukan pembuangan sampah atau MCK di sungai atau di laut. Kalaupun memiliki WC biasaya masih non-permanen atau bahkan menggunakan WC umum.
14. Occupations (Kesempatan kerja)
Jumlah pengangguran semakin hari semakin banyak, sementara jumlah tenaga kerja siap pakai masih sangat terbatas. Karena itu terkadang dalam memilih suatu pekerjaan/profesi individu tidak mempertimbangkan lagi aspek kesehatannya. Tenaga laboran misalnya, yang hampir setiap hari harus berkutat dengan zat-zat kimia, di mana zat-zat kimia tertentu berbahaya apabila terhirup atau tanpa disengaja masuk ke dalam tubuh manusia. Begitu pula dengan pekerja yang beraktivitas di bengkel dengan deru suara mesin yang sangat ribut, dapat mempengaruhi kondisi pendengaran para karyawannya. Selain itu, para pekerja bengkel yang menggunakan alat las tanpa menggunakan masker, dapat menganggu sistem panca indera penggunanya.
15. Economic situation (Status ekonomi)
Menurut data dari Bank Dunia tahun 2006, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai prosentase 49 % dari seluruh masyarakatnya. Masyarakat yang dikategorikan miskin adalah biasanya bagi yang tidak mampu memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan secara maksimal. Karena itu terkadang kebutuhan akan kesehatan juga menjadi halangan bagi mereka. Maka dari itu tidak jarang di masyarakat kita terdapat orang-orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan akan asupan gizi yang cukup, seperti: busung lapang atau kekurangan gizi yang pada umumnya berasal dari keluarga miskin. Sebaliknya, bagi golongan kaya untuk pemenuhan makanan mungkin cukup. Akan tetapi karena faktor lain (kesibukan misalnya) sehingga faktor gizi atau istirahat yang cukup kurang menjadi perhatian. Mengkonsumsi makanan berlemak atau mengandung kolesterol dengan porsi yang banyak tanpa diimbangi dengan olah-raga yang cukup dapat menimbulkan obesitas, kolesterol, tekanan darah tinggi, dll.
16. Religion (Agama dan sistem kepercayaan).
Pada agama-agama tertentu makanan digolongkan atas makanan yang ‘halal’ dan yang ‘haram’ karena itu dalam mengkonsumsi makanan biasanya para penganutnya mengikuti ajaran tersebut. Seperti pada umat Islam yang mengharamkan daging Babi, darah, atau bangkai, maka kemungkinan efek negatif yang ditimbulkan oleh mengkonsumsi daging Babi, darah, atau bangkai dapat dihindari. Sedangkan bagi umat non-Muslim yang memiliki tradisi/kebiasaan minum bir, anggur, atau tuak pada perayaan-perayaan tertentu, akan sulit menghindari efek negatif dari minuman tersebut.
17. Funerary customs (Adat pemakaman)
Adat pemakaman yang dimaksudkan di sini adalah tradisi atau kebiasaan yang banyak berkembang di sepanjang upacara pemakaman, dari setiap agama dan kepercayaan yang ada. Keragaman sistem religi itu juga memunculkan keragaman ritus pemakanan. Hal tersebut sedikit-banyak akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan si pelaksana ritus atau lingkungan sekitarnya. Misalnya kasus pengkremasian mayat pada pemeluk agama Nasrani. Di sini terutama yang berkenaan dengan peralatan, bahan, serta perlengkapan lainnya yang digunakan dalam pengkremasian tersebut. Siapa-siapa saja yang terlibat, bagaimana kondisi higienitas si pelaksana ritus tersebut. Demikian pula dengan lingkungan sekitar, di mana mana mayat tadi di simpan sebelum dimakamkan.
18. Culturogenic stress (Stress)
Bagi individu yang memiliki beban kerja yang sangat berat, dapat mengalami stress. Begitu pula bagi orang-orang yang mengalamai tekanan-tekanan hidup yang berat dapat mengalami depresi, frustrasi, atau bahkan gangguan jiwa. Karena itu manusia memerlukan istirahat, refreshing, atau rekreasi. Manusia juga membutuhkan kasih sayang dengan sesama. Dengan kata lain, selain kebutuhan lahiriah manusia juga memiliki kebutuhan batiniah, yang pemenuhannya memerlukan porsi-porsi tertentu untuk mencapai kualitas kesehatan yang memadai. Contoh kasus dapat dilihat pada keluarga yang tidak harmonis, kurang perhatian dari orang tua dapat mebuat anak-anak menjadi frustrasi.
19. Migrant Status (Status Kependudukan)
Status kependudukan yang dimaksudkan di sini adalah satus kependudukan seseorang (sekelompok orang) apakah penduduk lokal atau pendatang. Pendatang pada umumnya tidak mengalami kesulitan dalam hal beradaptasi dengan lingkungannya. Sedangkan bagi masyarakat pendatang biasanya adapatasi menjadi kendala yang berarti, baik adaptasi dengan lingkungan alam maupun dengan lingkungan sosialnya. Karena itu tidak jarang pula pendatang mengalamai tekanan-tekanan dalam hal perebutan pengelolaan sumber daya alam dengan penduduk asli. Contoh kasus dapat dilihat pada lokasi transmigrasi. Para transmigran yang tidak mampu beradaptasi dengan baik di lingkungannya yang baru, akan mengalami tekanan-tekanan mental. Apabila tekanan ini tidak dapat dibendung, maka transmigran biasanya akan memilih untuk kembali ke kota asalnya semula. Penduduk ali yang jumlahnya dominan dibandingkan dengan pendatang, biasanya juga meminggirkan segala kepentingan-kepentingan masyarakat pendatang. Hal ini dapat menimbulkan pertentangan atau konflik.
20. Use of ‘chemical conferters’ (Penggunaan obat-obatan)
Pengobatan yang banyak beredar akhir-akhir ini tidak hanya dapat diperoleh melalui pengobatan medis kedokteran, tetapi juga dapat melalui pengobatan alternatif dan pengobatan tradisional. Pengobatan alternatif di antaranya pijat refleksi, yang dapat menyembuhkan/meringankan penyakit-penyakit tertentu, seperti diabetes, jantung, saraf, atau bahkan kanker, melalui pengobatan yang ritun. Sementara itu pengobatan tradisional, di antaranya adalah dukun atau shaman yang dalam praktek pengobatannya biasanya menggunakan peralatan tradisonal seperti: pisau, batok kelapa, dupa, dll. Persoalan higienitas peralatan tersebut dapat berpengaruh bagi kesehatan si pasien. Selain itu jamu-jamuan, atau obat-obatan yang tersebar luas di pasaran saat ini, juga tidak dengan mudah dapat dikonsumsi, perlu dipertimbangkan efek samping apabila dikonsumsi terus menerus dalam jangka waktu yang relatif lama.
21. Leisure persuits (hiburan dan rekreasi)
Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa beban kerja yang ditanggung oleh individu dapat memicu munculnya stress. Oleh karena itu, menghadapi beban kerja serta rutinitas sehar-hari perlu dibarengi dengan hiburan dan rekreasi. Memenuhi kebutuhan akan hiburan dan rekresi akan mengalihkan perhatian sejenak dari segala rutinitas sehari-hari, karena itu dapat mengurangi sress dan juga dapat menyegarkan kembali pikiran.
22. Domestic animals and birds (hewan peliharaan)
Hewan peliharaan yang dimaksudkan di sini adalah anjing, kucing, ikan, sebagai binatang peliharaan dan juga termasuk binatang ternak, yakni unggas, sapi, kambing/domba, kuda, babi, kerbau, dll. Yang menjadi tekanan dalam hal ini adalah posisi atau letak kandang binatang ternak tersebut, juga tempat tinggal binatang peliharaan tadi. Letak kandang ternak (unggas, misalnya) yang dekat dengan pemukiman dapat memudahkan penghuninya terkontaminasi oleh penyakit yang dimunculkan oleh ternak tersebut (flu burung, misalnya). Untuk masyarakat Eropa dan Amerika yang menganggap binatang peliharaan anjing atau kucing seperti layaknya manusia, maka biasanya mereka ditempatkan sekamar dengan pemiliknya. Pemeliharaannya pun demikian, gizi dan kesehatan binatang peliharaan juga mendapat perhatian tersendiri. Berbeda dengan masyarakat Indonesia yang masing menganggap ’jorok’ hewan tersebut, mereka ditempatkan pada kandang tersendiri.
23. Lay Therapies (pengobatan alternatif)
Hal ini juga telah disinggung sebelumnya bahwa pengobatan alternatif telah mendapat porsi tersendiri di dunia kesehatan. Pengobatan alternatif ini biasanya diperoleh dari warisan turun-temurun yang berasal dari leluhur suatu daerah tertentu. Di antaranya adalah obat-obatan dari Cina, Yoga yang berasal dari Afrika, dan ramuan-ramuan tertentu yang digunakan dalam pijat refleksi. Pengobatan alternatif ini selain dapat meringankan penyakit tertentu, juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk memperoleh kualitas kesehatan yang lebih baik.