PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI
Mengapa Pendidikan Kesehatan Reproduksi Perlu Diberikan?
Pendidikan kesehatan reproduksi selama ini banyak diberikan kapada anak-anak hanyalah dari pendidikan biologi di sekolah.
Hal ini didasari oleh adanya faham pada masyarakat Indonesia bahwa kesehatan reproduksi ( yang selanjutnya diistilahkan dengan seks) itu adalah ’tabu’ untuk dibicarakan secara vulgar. Dengan demikian orang tua pun memiliki keterbatasan dari membahas masalah seksualitas dengan anak-anaknya.
Sementara itu pendidikan seks sangat perlu untuk diberikan kepada anak-anak sedini mungkin, mengingat banyak pengaruh-pengaruh negatif yang dapat ditimbulkan oleh penyimpangan seks, di antaranya, kehamilan pra-nikah, aborsi, dan penularan HIV/AIDS.
Pendidikan seks yang diberikan kepada anak-anak dari bangku sekolah, kebanyakan hanyalah persoalan-persoalan reproduksi saja secara biologis tanpa mempertimbangkan aspek-aspek sosial budaya, psikologis, dan kesehatan yang mungkin ditimbulkannya.
Pendidikan seks menjadi penting mengingat banyaknya sumber-sumber informasi yang bertebaran di media, baik cetak maupun elektronik, yang begitu mudah diakses tetapi tidak memiliki sensor, mana informasi yang baik untuk diserap dan mana yang tidak.
Belum lagi adanya anggapan di kalangan remaja khususnya bahwa adanya ’trend’ (sesuatu yang dianggap sedang mengikuti perkembangan zaman) apabila meniru sesuatu seperti yang banyak disebarkan di media massa. Seperti misalnya gaya hidup selebritis, mode pakaian, make up, dlll.
Di samping itu, munculnya perubahan pada diri si anak memasuki usia remaja tidak hanya pada perubahan fisik tetapi juga perubahan psikologis.
- Perubahan fisik berupa perubahan bentuk tubuh (organ-organ kelamin), perubahan suara, menstruasi/mimpi basah), dan
- Perubahan psikologis berupa munculnya perasaan yang ‘lain’ (malu, jatuh cinta, senang, simpatik, cemburu) ketika bertemu atau berinteraksi dengan lawan jenis, ingin diperhatikan, mulai memunculkan citra diri, dll.
Perubahan dan pengaruh media seperti yang telah dikemukakan tadi mengakibatkan remaja menjadi generasi konsumtif (gemar berbelanja apa saja), generasi peniru (senang meniru ‘sang idola’).
Perbedaan Pandangan Remaja dengan Orang Tua Mengenai Pendidikan Seks
Bagi sebagian remaja pendidikan seks sangat penting, mengingat banyaknya sumber-sumber informasi di lingkungan sekitar, tetapi mereka tidak mampu menyerap dengan baik mana informasi negatif dan yang mana informasi positif, mereka memerlukan bimbingan orang tua dalam menyaring nformasi tersebut. Akan tetapi bagi banyak orang tua, informasi-informasi seksual belum saatnya diberikan kepada anak-anak, karena bila mereka tahu kemungkinan mereka akan mencoba. Di sini terlihat bahwa seksualitas anak dianggap “potensial bahaya”, karena itu diatur sedemikian rupa sehingga menjadi instrumen signifikan dalam pelembagaan heteroseksual sebagai norma. Bagi orang tua informasi seks adalah sesuatu yang dianggap berpotensi bahaya terhadap kehidupan si anak.
Perbedaan pandangan atara orang tua dengan ank mengenai masalah seksualitas ini menimbulkan perbedaan pula pada perilaku seksual mereka. Bagi orang tua seks hanya boleh dilakukan oleh orng-orang yang telah berkeluarga atau telah terikat pada hubungan suami-istri secara sah. Tetapi bagi remaja, hubungan seksual permisif dilakukan oleh pasangan-pasangan (pacaran) meskipun belum menikah, asalkan tidak sampai menimbulkan kehamilan.
Bagaimana Persoalan Normatif Melihat Hal Ini?
Dari sudut pandang normatif, baik aturan formal maupun non-formal di Indonesia, seks bagi yang bukan pasangan suami-istri sangat tidak diperbolehkan. Oleh karena itu, diberlakukanlah sejumlah undang-undang atau peraturan (KUHP) yang mengatur masalah tersebut, di antaranya tentang pemerkosaan, pelacuran, dan seks bebas lainnya. Bukan hanya yang langsung mengarah ke persoalan seksualitas yang diatur tetapi juga pelanggaran-pelanggaran yang ditengarai berpotensi mengarah ke amsalah seks bebas juga diatur dalam perundang-undangan, seperti: minuman keras dan obat-obatan terlaranga. Selain itu, adapula sejumlah aturan-aturan non-formal, berupa berlakunya norma-norma agama dan norma-norma kesusilaan di masyarakat Indonesia. Mengingat sebagian besar warga Indonesia beragama Islam, maka seks bebas (dalam agama Islam diistilhkan dengan ’zina’) sangat diharamkan. Apabila dilakukan/didekati dianggap ’haram’ atau berdosa, sebaliknya jika ditinggalkan/dijauhi dianggap ’halal’ atau beramal. Demikian pula dengan agama-agama lainnya juga tidak permisif terhadap seks bebas. Pada norma sosial berlaku konsep ’susila’ dan ’asusila’. Susila atau kesusilaan adalah tindakan-tindakan yang dianggap sesuai atau memenuhi atura-aturan sosial, sedangkan asusila adalah tindakan-tindakan yang dianggap bertentangan/melanggar norma-norma sosial. Seks bebas, pelacuran, judi, minuman keras merupakan sejumlah tindakan yang dianggap ’asusila’. Akan tetapi tindakan yang dianggap asusila pada umumnya mengarah ke pelanggaran-pelanggaran seks. Dan apabila aturan-aturan tersebut dilanggar, maka bagi pelanggarnya akan dikenakan sanksi sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
Bagaimana Konsep Seksualitas Berkembang di Masyarakat?
Konsep ’seksualitas’ sesungguhnya berawal dari adanya perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dengan perempuan. Kedua jenis kelamin ini dianggap memiliki perbeaan yang sangat tajam, bukan hanya dari aspek biologis tetapi juga perilaku dan penampilan. Laki-laki dianggap sosok yang ’kuat, keras, dan pemimpin’. Sedangkan perempuan dianggap sebaliknya, sebagai sosok yang ’lembut, lemah, dan dipimpin’. Hal inilah yang akhirnya mengarah ke segala aspek kehidupan manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Akhirnya, segala tindak-tanduk laki-laki dengan perempuan ’diatur’ dalam masyarakat. Perempuan memiki mode pakaian yang berbeda dengan laki-laki, demikian pula tugas dan pekerjaan mereka sehari-hari. Laki-laki dinggap sebagai pemimpin keluarga, wajib mencari nafkah bagi istri dan anak-anak, sementara perempuan hanya membantu di rumah mengurus anak dan menyiapkan sesgala sesuatunya untuk suami. Laki-laki memiliki tugas mengerjakan pekerjakan yang berat-berat dan memerlukan tenaga yang cukup besar, seperti memperbaiki genting yang bocor, membersihkan halaman, mengakat air, dll. sedangkan perempuan pekerjaannya lebih ringan seperti: mencuci, memasak, menyapu laintai, dll. dalam Antropologi ini diistilahkan dengan
Pada dasarnya dikotomi laki-laki dan perempuan, kuat atau lemah, yang berkembang pada masyarakat Indonesia (oleh Fathuri) dikatakan sebagai sesuatu yang dimunculkan oleh adanya definisi bentukan laki-laki yang selalu terbalik dengan perempuan, yaitu: laki-laki rasional perempuan emosional, laki-laki kuat perempuan lemah, laki-laki di ruang publik perempuan di ruang domestik, dan seterusnya.
Pemisahan peran dan tugas laki-laki dan perempuan seperti yang dikemukakan di atas, menunjukkan adanya struktur patriarkhi pada masyarakat Indonesia dalam melihat kekuasaan laki-laki atas perempuan. Hal ini diperjelas (oleh Abdullah) yang mengemukakan bahwa sejak kecil seorang anak perempuan telah diharuskan untuk mengatur tingkah-laku tubuhnya, berbeda dengan anak laki-laki. Produksi dan reproduksi posisi wanita sebagai “ibu rumah tangga” begitu intensif sehingga wanita menjadi pasif terhadap dunia luar rumah tangga. (Tampubolon dan Panggabean) juga berpendapat serupa bahwa perbedaan antara laki-laki dengan perempuan berakar pada perbedaan biologis di antara keduanya. Masyarakat mendidik anak laki-laki dengan anak perempuan berbeda karena mereka menginginkan agar kelak setelah dewasa, laki-laki dan perempuan memainkan peran yang berbeda. Pembagian tugas dan peran yang berbeda antara laki-laki dan perempuan berpengaruh penting terhadap bagaimana anak laki-laki dan anak perempuan belajar bertingkah-laku.
Belajar adalah kunci kesuksesan..Jadi jangan pernah berhenti untuk belajar mengenai banyak hal..
SELAMAT BERKUNJUNG DI BLOG "ANTHROPOS"........
Sabtu, 24 Juli 2010
Kesehatan Reproduksi-2
SEKSUALITAS ANAK
Pada periode masa kanak-kanak instink seksual sudah mulai ada, namun hal ini terkadng dianggap sebagai sesuatu yang ‘abnormal’ (kelainan) bagi sebagian ahli kesehatan/psikologis anak.
Seksualitas tersebut dapat dilihat dalam hal ereksi, masturbasi, dan tindakan-tindakan yang menyerupai persenggamaan pada anak-anak. Hal tersebut merupakan instink seksual anak.
Sebahagian ahli tidak setuju dengan pendapat Sigmund Freud tersebut. Mereka beranggapa bahwa instink seksual tidak dijumpai pada masa kanak-kanak, instink seksual baru akan uncul pada periode masa pubertas.
Bagaimana seksualitas pada anak ‘bekerja’?
Seorang anak yang baru lahir akan membawa serta benih-benih perasaan seksual yang akan bekerja beberapa saat yang kemudian hilang karena penekanan yang progresif. Kehidupan seksual anak-anak sebagian besar ampak pada aktivitas sebagai berikut:
1. Menghisap ibu jari (Thumbsucking)
Aktivitas menghisap ibu jari yang muncul pada masa menyusui dan mungkin berlajut pada usia dewasa atau bahkan seumur hidup terdiri dari suatu gerakan menghisap yang brulang-ulang dan ritmis melalui kontak mulut (bibir) yang tujuannya untuk menyusu. Bagian dari mulut itu sendiri yakni lidah, merupakan daerah kulit yang disukai atau bahkan ujung jempol---dapat dianggap sebagai objek penghisapan. Bersamaan dengan hal ni muncul pula hasrat untuk menggenggam benda-benda yang tampak dalam gerakan menarik cuping elinga yang ritmis dan mungkin saja menyebabkan si bayi merenggut bagian tubuh orang lain untuk maksud yang sama. Kenikmata menghisap ini berkaitan dengan kecenderungan untuk menyerap perhatian sebanyak-banyaknya sert pengantar tidur atau bahkan dengan suatu reaksi motorik dalam bentuk orgasme. Kenikmatan menghisap sering kali digabung dengan gerak menggosok beberapa bagian tubuh sensitif seperti dada dan organ-organ kelamin eksternal.
Dengan cara seperti inilah banyak anak-anak beralih dari sekadar menghisap ibu jari menjadi suatu tindakan masturbasi.
2. Autoerotisme
Hal ini nampak pada impuls seksual yang tidak diarahkan pada orang lain, melainkan si anak memuaskan dirinya dengan menggunakan tubuhnya sendiri. Aktivitas menghisap ibu jari pada anak-anak dikendalikan oleh kenyataan bahwa ia mencari suatu bentuk kenikmatan yang pernah dialami (menyusu di masa bayi) yang kini diingatnya. Melalui gerak menghisap yang ritmis atau bagian kulit tertentu atau selaput lendir, ia mencapai kepuasan yang paling mudah. Demikian pula dalam kasus tersebut, bahwa si anak telah memperoleh kenikmatan dan ingin memperolehnya kembali. Dri aktivitas menyusu menjadi menghisap ibu jari. Ibu jar sebagai objek pengganti dari susu ibu. Hal ini dapat diamati pada ekspresi seorang anak yang telah disusui oleh ibunya yang kemudian tertidur dengan wajah yang ceria, bahagia, puas, dan pipi memerah, merupakan ekspresi yang mirip dengan kepusan setelah melakukan persnggamaan pada perode pubertas.
Tujuan Seksualitas Masa Kanak-Kanak
Seksualitas pada masa kanak-kanak juga diarakan untuk mencapai sensasi kenikmatn tertentu yang juga dengan menggunakan alat-alat kelamin, baik primer maupun sekunder. Namun aktivitas seksual yang dikembangkan pada periode masa kanak-kaak seikit berbeda dengan aktivitas di masa pubertas. Meskipun demikian semuanya berkembang secara alami dalam tubuh manusia seiring dengan perkembangan fisik dan psikologis tubuhnya. Misalnya di masa remaja anak-anak tidak lagi menghisap ibu jari seagai ekspresi seksualnya karena telah tumbuh gigi, melainkan menggunakan alat vitalnya.
Bagaimana Antropologi Melihat Seksualitas Anak?
Sekualitas yang berkembanbang di masa kanak-kanak lebih banyak sebgai pengaruh biologi dan pikologis. Mengingat perode masa kanak-kanak juga merupakan suatu tahapan yang dilalui oleh indvidu (manusia) layak untuk menjadi kajian Antropologi.
Kebudayaan sebagai objek utama Antropologi, yang menurut sebagian ahli ktivitas anak yang berkaitan dengan seksualitas, apakah ‘normal’ atau ‘abnormal' di periode berikutnya. Dan hal ini tentu saja dipengaruhi oleh lingkungan sekitar si anak, termasuk orang tua, saudara, kelurga luas, teman bermain, dan juga media massa.
Dapat kita lihat kasus yang pernah ditayangkan oleh televisi bahwa ada nak diusia dini yang melakukan pemerkosaan.
Pada periode masa kanak-kanak instink seksual sudah mulai ada, namun hal ini terkadng dianggap sebagai sesuatu yang ‘abnormal’ (kelainan) bagi sebagian ahli kesehatan/psikologis anak.
Seksualitas tersebut dapat dilihat dalam hal ereksi, masturbasi, dan tindakan-tindakan yang menyerupai persenggamaan pada anak-anak. Hal tersebut merupakan instink seksual anak.
Sebahagian ahli tidak setuju dengan pendapat Sigmund Freud tersebut. Mereka beranggapa bahwa instink seksual tidak dijumpai pada masa kanak-kanak, instink seksual baru akan uncul pada periode masa pubertas.
Bagaimana seksualitas pada anak ‘bekerja’?
Seorang anak yang baru lahir akan membawa serta benih-benih perasaan seksual yang akan bekerja beberapa saat yang kemudian hilang karena penekanan yang progresif. Kehidupan seksual anak-anak sebagian besar ampak pada aktivitas sebagai berikut:
1. Menghisap ibu jari (Thumbsucking)
Aktivitas menghisap ibu jari yang muncul pada masa menyusui dan mungkin berlajut pada usia dewasa atau bahkan seumur hidup terdiri dari suatu gerakan menghisap yang brulang-ulang dan ritmis melalui kontak mulut (bibir) yang tujuannya untuk menyusu. Bagian dari mulut itu sendiri yakni lidah, merupakan daerah kulit yang disukai atau bahkan ujung jempol---dapat dianggap sebagai objek penghisapan. Bersamaan dengan hal ni muncul pula hasrat untuk menggenggam benda-benda yang tampak dalam gerakan menarik cuping elinga yang ritmis dan mungkin saja menyebabkan si bayi merenggut bagian tubuh orang lain untuk maksud yang sama. Kenikmata menghisap ini berkaitan dengan kecenderungan untuk menyerap perhatian sebanyak-banyaknya sert pengantar tidur atau bahkan dengan suatu reaksi motorik dalam bentuk orgasme. Kenikmatan menghisap sering kali digabung dengan gerak menggosok beberapa bagian tubuh sensitif seperti dada dan organ-organ kelamin eksternal.
Dengan cara seperti inilah banyak anak-anak beralih dari sekadar menghisap ibu jari menjadi suatu tindakan masturbasi.
2. Autoerotisme
Hal ini nampak pada impuls seksual yang tidak diarahkan pada orang lain, melainkan si anak memuaskan dirinya dengan menggunakan tubuhnya sendiri. Aktivitas menghisap ibu jari pada anak-anak dikendalikan oleh kenyataan bahwa ia mencari suatu bentuk kenikmatan yang pernah dialami (menyusu di masa bayi) yang kini diingatnya. Melalui gerak menghisap yang ritmis atau bagian kulit tertentu atau selaput lendir, ia mencapai kepuasan yang paling mudah. Demikian pula dalam kasus tersebut, bahwa si anak telah memperoleh kenikmatan dan ingin memperolehnya kembali. Dri aktivitas menyusu menjadi menghisap ibu jari. Ibu jar sebagai objek pengganti dari susu ibu. Hal ini dapat diamati pada ekspresi seorang anak yang telah disusui oleh ibunya yang kemudian tertidur dengan wajah yang ceria, bahagia, puas, dan pipi memerah, merupakan ekspresi yang mirip dengan kepusan setelah melakukan persnggamaan pada perode pubertas.
Tujuan Seksualitas Masa Kanak-Kanak
Seksualitas pada masa kanak-kanak juga diarakan untuk mencapai sensasi kenikmatn tertentu yang juga dengan menggunakan alat-alat kelamin, baik primer maupun sekunder. Namun aktivitas seksual yang dikembangkan pada periode masa kanak-kaak seikit berbeda dengan aktivitas di masa pubertas. Meskipun demikian semuanya berkembang secara alami dalam tubuh manusia seiring dengan perkembangan fisik dan psikologis tubuhnya. Misalnya di masa remaja anak-anak tidak lagi menghisap ibu jari seagai ekspresi seksualnya karena telah tumbuh gigi, melainkan menggunakan alat vitalnya.
Bagaimana Antropologi Melihat Seksualitas Anak?
Sekualitas yang berkembanbang di masa kanak-kanak lebih banyak sebgai pengaruh biologi dan pikologis. Mengingat perode masa kanak-kanak juga merupakan suatu tahapan yang dilalui oleh indvidu (manusia) layak untuk menjadi kajian Antropologi.
Kebudayaan sebagai objek utama Antropologi, yang menurut sebagian ahli ktivitas anak yang berkaitan dengan seksualitas, apakah ‘normal’ atau ‘abnormal' di periode berikutnya. Dan hal ini tentu saja dipengaruhi oleh lingkungan sekitar si anak, termasuk orang tua, saudara, kelurga luas, teman bermain, dan juga media massa.
Dapat kita lihat kasus yang pernah ditayangkan oleh televisi bahwa ada nak diusia dini yang melakukan pemerkosaan.
Kesehatan Reproduksi-1
SEKSUALITAS REMAJA
Seksualitas : seks ------- seksual --------- seksualitas
Seks : jenis kelamin (laki-laki atau perempuan)
Seksual : hubungan antara laki-laki dengan perempuan berdasarkan atas perbedaan jenis kelamin.
Seksualitas : Studi tentang hubungan laki-laki dengan perempuan dalam konteks sosial-budaya.
Seksualitas remaja : bagimana kaum remaja bergaul dan berhubungan satu sama lain sesuai dengan konteks sosial-budaya di mana mereka hidup.
Remaja : sekelompok orang yang berusia 13 – 25 tahun..
Pada usia remaja terjadi banyak perubahan-perubahan mendadak, baik fisik maupun psikis. Perubahan fisik ditandai dengan perubahan bentuk tubuh dan fungsi organ-organ tubuh. Perubahan psikis ditandai dengan perubahan sikap, perasaan terhadap lawan jenis, dan perubahan temperamen. Seiring terjadinya perubahan tersebut, berubah pula berbagai macam kebutuhan mereka termasuk dalam hal menunjukkan eksistensi dirinya. Salah satu contoh kasus wujud penunjukan identitas diri, remaja cenderung untuk berbelanja apa saja. Oleh karena itu remaja sering kali dianggap sebagai generasi yang paling konsumtif. Mereka mudah terpengaruh oleh iklan-iklan (reklame) yang tersebar di berbagai media. Selain itu mereka juga dengan mudah meniru berbagai hal yang mereka temukan dan menarik perhatian. Segala hal yang ditawarkan oleh media dengan mudah dapat diserap oleh remaja, kemudian membentuk kehidupannya berdasarkan apa yang mereka temukan di media-media tersebut. Rangkaian peristiwa ini merupakan bagian dari perubahan yang dialami tadi.
Bagaimanakah pembentukan persepsi dan perilaku seksual remaja?
Pembentukan persepsi dan perilaku seksual remaja tidak terlepas dari pengaruh lingkungan sosial di sekitarnya, seperti media massa, teman-teman sepergaulan, dan orang tua (keluarga).
Peran media massa di sini adalah menyebarkan pengetahuan seks, terutama bagi remaja. Banyaknya informasi-informasi seksual di media massa, diserap oleh remaja tanpa mempertimbangkan baik-buruk akibat yang dapat ditimbulkannya. Informasi diterima begitu saja, sementara mereka sendiri tidak mampu menyaring mana informasi yang baik bagi mereka dan mana yang tidak. Dengan demikian mereka pun tidak luput dari pengaruh yang ditimbulkannya.
Terutama masalah ’trend’ yang berkembang di kalangan remaja, di mana berlaku anggapan bahwa tidak mengikuti perkembangan zaman, berarti ketinggalan zaman atau kampungan.
Di usia remajanya, orang-orang yang paling berpengaruh dalam hidupnya adalah teman-teman terdekat atau sepergaulan. Mudah terpengaruh oleh ajakan teman, rayuan ’pasangan’ (pacar), dll.
Oleh karena itu seksualitas remaja dianggap berbahaya. Hal ini disebut sebagai bentuk pedagosiasi seksualitas anak, di mana praktek seksualitas anak dianggap ’potensial bahaya’, dengan demikian perlu diatur sedemikian rupa berdasarkan atas norma kemasyarakatan yang berlaku di suatu tempat.
Mengapa studi seksualitas remaja dikaji dalam Antropologi?
Seksualias remaja dikaji dalam Antropologi sebab dalam proses pembentukan dan perubahan persepsi dan perilaku seksual remaja, dipengaruhi oleh persoalan-persoalan sosial budaya. Seksualitas tidak hanya ditujukan untuk kepentingan reproduksi biologis (keturunan), tetapi juga terdapat makna-makna simbolik (makna budaya) dalam seksualitas manusia. Di mana makna-makna budaya yang berkembang berbeda-beda pada setiap masyarakat berdasarkan atas latar belakang etnis atau konteks masyarakatnya masing-masing. Ada tujuan lain yang ingin dicapai oleh manusia dalam seksualitasnya, anara lain: ’kenikmatan’, kekuasaan, dll. Di mana pola-pola seksualitas mereka, berbeda-beda berdasarkan atas konteks sosial-budayanya. Contoh: seksualitas anak jalanan berbeda dengan seksualitas anak ’si kaya’, seksualitas di perkotaan berbeda dengan seksualitas yang berkembang di pedesaan.
Seksualitas Dalam Rangka ’Kenikmatan’
’Kenikmatan yang dimaksudkan di sini adalah kepuasan tersendiri setelah melakukan hubungan seks. Seks banyak yang dilakukan tidak hanya dengan pasangan resmi (suami-istri), tetapi juga pada pasangan tidak resmi (pacar, selingkuhan, atau PSK). Banyak kasus-kasus yang terjadi tidak hanya di luar negeri, tetapi juga di Indonesia, terjadi perselingkuha. Mengapa demikian? Hubungan seks dilakukan dengan ’orang lain’ dengan alasan mencari kenikamatan tersendiri, kepuasan nafsu seks, dll.
Seksualitas Dalam Rangka Kekuasaan
Seksualitas yang terjadi sebagai bentuk ’penindasan’ atau kekuatan manusia untuk menguasai atau dikuasai oleh seksualias. Contoh-contoh kasus:
- Kekuasaan orang tua terhadap anak-anaknya.
Di Indonesia pada umumnya orang tua menganggap seks itu ’tabu’, tidak wajar untuk dibicarakan secara terang-terangan. Demikian halnya kepada anak-anak. Para orang tua menganggap ’tabu’ untuk membicarakan masalah-masalah seks dengan anak-anaknya, sementara bagaimana pendidikan seks bisa diberikan apabila tidak boleh memperbincangkannya? Mengapa orang dewasa dianggap ’wajar’ untuk ’ngobrol’ seks?
- Seksualitas dalam bentuk penjajahan.
Di masa penjajahan Jepang di Indonesia, banyak wanita-wanita (gadis atau ibu-ibu) yang dijadikan jugunyanfu, yaitu pelacur-pelacur atau perempuan-perempuan penghibur untuk koloni Jepang.
- Kekuasaan laki-laki terhadap perempuan
Di zaman kerajaan di indonesia, banyak raja-raja yang berkuasa di suatu wilayah (keraton Jogjakarta, misalnya) juga memiliki selir-selir (istri lainnya) di daerah yang lain (misalnya di Singosari).
- Kekuasaan uang (materialisme) pada manusia.
Menjamurnya pelacur-pelacur, baik pelacur kelas atas maupun pelacur kelas bawah, di daerah perkotaan kebanyakan aktivitasnya karena motiv uang, ingin cepat kaya, ingin memiliki materi, uang, kekayaan, dll.
Seksualitas : seks ------- seksual --------- seksualitas
Seks : jenis kelamin (laki-laki atau perempuan)
Seksual : hubungan antara laki-laki dengan perempuan berdasarkan atas perbedaan jenis kelamin.
Seksualitas : Studi tentang hubungan laki-laki dengan perempuan dalam konteks sosial-budaya.
Seksualitas remaja : bagimana kaum remaja bergaul dan berhubungan satu sama lain sesuai dengan konteks sosial-budaya di mana mereka hidup.
Remaja : sekelompok orang yang berusia 13 – 25 tahun..
Pada usia remaja terjadi banyak perubahan-perubahan mendadak, baik fisik maupun psikis. Perubahan fisik ditandai dengan perubahan bentuk tubuh dan fungsi organ-organ tubuh. Perubahan psikis ditandai dengan perubahan sikap, perasaan terhadap lawan jenis, dan perubahan temperamen. Seiring terjadinya perubahan tersebut, berubah pula berbagai macam kebutuhan mereka termasuk dalam hal menunjukkan eksistensi dirinya. Salah satu contoh kasus wujud penunjukan identitas diri, remaja cenderung untuk berbelanja apa saja. Oleh karena itu remaja sering kali dianggap sebagai generasi yang paling konsumtif. Mereka mudah terpengaruh oleh iklan-iklan (reklame) yang tersebar di berbagai media. Selain itu mereka juga dengan mudah meniru berbagai hal yang mereka temukan dan menarik perhatian. Segala hal yang ditawarkan oleh media dengan mudah dapat diserap oleh remaja, kemudian membentuk kehidupannya berdasarkan apa yang mereka temukan di media-media tersebut. Rangkaian peristiwa ini merupakan bagian dari perubahan yang dialami tadi.
Bagaimanakah pembentukan persepsi dan perilaku seksual remaja?
Pembentukan persepsi dan perilaku seksual remaja tidak terlepas dari pengaruh lingkungan sosial di sekitarnya, seperti media massa, teman-teman sepergaulan, dan orang tua (keluarga).
Peran media massa di sini adalah menyebarkan pengetahuan seks, terutama bagi remaja. Banyaknya informasi-informasi seksual di media massa, diserap oleh remaja tanpa mempertimbangkan baik-buruk akibat yang dapat ditimbulkannya. Informasi diterima begitu saja, sementara mereka sendiri tidak mampu menyaring mana informasi yang baik bagi mereka dan mana yang tidak. Dengan demikian mereka pun tidak luput dari pengaruh yang ditimbulkannya.
Terutama masalah ’trend’ yang berkembang di kalangan remaja, di mana berlaku anggapan bahwa tidak mengikuti perkembangan zaman, berarti ketinggalan zaman atau kampungan.
Di usia remajanya, orang-orang yang paling berpengaruh dalam hidupnya adalah teman-teman terdekat atau sepergaulan. Mudah terpengaruh oleh ajakan teman, rayuan ’pasangan’ (pacar), dll.
Oleh karena itu seksualitas remaja dianggap berbahaya. Hal ini disebut sebagai bentuk pedagosiasi seksualitas anak, di mana praktek seksualitas anak dianggap ’potensial bahaya’, dengan demikian perlu diatur sedemikian rupa berdasarkan atas norma kemasyarakatan yang berlaku di suatu tempat.
Mengapa studi seksualitas remaja dikaji dalam Antropologi?
Seksualias remaja dikaji dalam Antropologi sebab dalam proses pembentukan dan perubahan persepsi dan perilaku seksual remaja, dipengaruhi oleh persoalan-persoalan sosial budaya. Seksualitas tidak hanya ditujukan untuk kepentingan reproduksi biologis (keturunan), tetapi juga terdapat makna-makna simbolik (makna budaya) dalam seksualitas manusia. Di mana makna-makna budaya yang berkembang berbeda-beda pada setiap masyarakat berdasarkan atas latar belakang etnis atau konteks masyarakatnya masing-masing. Ada tujuan lain yang ingin dicapai oleh manusia dalam seksualitasnya, anara lain: ’kenikmatan’, kekuasaan, dll. Di mana pola-pola seksualitas mereka, berbeda-beda berdasarkan atas konteks sosial-budayanya. Contoh: seksualitas anak jalanan berbeda dengan seksualitas anak ’si kaya’, seksualitas di perkotaan berbeda dengan seksualitas yang berkembang di pedesaan.
Seksualitas Dalam Rangka ’Kenikmatan’
’Kenikmatan yang dimaksudkan di sini adalah kepuasan tersendiri setelah melakukan hubungan seks. Seks banyak yang dilakukan tidak hanya dengan pasangan resmi (suami-istri), tetapi juga pada pasangan tidak resmi (pacar, selingkuhan, atau PSK). Banyak kasus-kasus yang terjadi tidak hanya di luar negeri, tetapi juga di Indonesia, terjadi perselingkuha. Mengapa demikian? Hubungan seks dilakukan dengan ’orang lain’ dengan alasan mencari kenikamatan tersendiri, kepuasan nafsu seks, dll.
Seksualitas Dalam Rangka Kekuasaan
Seksualitas yang terjadi sebagai bentuk ’penindasan’ atau kekuatan manusia untuk menguasai atau dikuasai oleh seksualias. Contoh-contoh kasus:
- Kekuasaan orang tua terhadap anak-anaknya.
Di Indonesia pada umumnya orang tua menganggap seks itu ’tabu’, tidak wajar untuk dibicarakan secara terang-terangan. Demikian halnya kepada anak-anak. Para orang tua menganggap ’tabu’ untuk membicarakan masalah-masalah seks dengan anak-anaknya, sementara bagaimana pendidikan seks bisa diberikan apabila tidak boleh memperbincangkannya? Mengapa orang dewasa dianggap ’wajar’ untuk ’ngobrol’ seks?
- Seksualitas dalam bentuk penjajahan.
Di masa penjajahan Jepang di Indonesia, banyak wanita-wanita (gadis atau ibu-ibu) yang dijadikan jugunyanfu, yaitu pelacur-pelacur atau perempuan-perempuan penghibur untuk koloni Jepang.
- Kekuasaan laki-laki terhadap perempuan
Di zaman kerajaan di indonesia, banyak raja-raja yang berkuasa di suatu wilayah (keraton Jogjakarta, misalnya) juga memiliki selir-selir (istri lainnya) di daerah yang lain (misalnya di Singosari).
- Kekuasaan uang (materialisme) pada manusia.
Menjamurnya pelacur-pelacur, baik pelacur kelas atas maupun pelacur kelas bawah, di daerah perkotaan kebanyakan aktivitasnya karena motiv uang, ingin cepat kaya, ingin memiliki materi, uang, kekayaan, dll.
Antropologi Kesehatan-2
ANTROPOLOGI KESEHATAN DAN EKOLOGI
Oleh : Resmiwaty
Ekosistem dan Sistem Sosial-Budaya
Ekosistem: suatu interaksi antarkelompok tanaman & satwa dengan lingkungan non-hidup mereka. Contoh: hutan tropis Amazon.
Sistem sosial-budaya: suatu proses di mana manusia membentuk dan terbentuk oleh kebudayaan.
Ekosistem dan sosial-budaya terintegrasi hingga mempengaruhi kesehatan manusia/masyarakat. Contoh: si A mengalami muntaber setelah meminum air yang kurang bersih.
Kesehatan dan Ekologi
Ekologi berpengaruh/terpengaruh terhadap kesehatan manusia. Nampak pada hubungan timbal-balik antara manusia dengan lingkungannya, tingkah-laku manusia, dan penyakit-penyakitnya.
Lingkungan bersifat alamiah dan sosial-budaya. Lingkungan alamiah: lingkungan alam---lingkungan yang terbetuk secara alamiah. Lingkungan sosial-budaya: lingkungan manusia---lingkungan yang diolah oleh manusia.
Semua makluk harus menyesuaikan diri dengan lingkungannya (beradaptasi) agar tetap dapat bertahan hidup (survive). Baik lingkungan alam, sosial, maupun kondisi geografi dan iklim tempat tinggalnya.
Manusia sendiri harus mampu belajar mengeksploitasi sumber-sumber yang tersedia di lingkungannya untuk memenuhi kebutuhannya.
Manusia juga harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan yang diciptakannya sendiri di mana dia berada.
Penyakit bagian dari Lingkungan
Penyakit bersifat biologis. Penyakit terbentuk dan tersebar karena proses berkembangnya suatu virus/kuman sebelum masuk ke dalam tubuh sasarannya (hewan, tumbuhan, dan manusia).
Ada penyakit-penyakit tertentu yang menyerang hewan (antraks, flu burung), tumbuhan (hama wereng), dan manusia (typhus). Meskipun penyakit menyerang hewan atau tumbuhan tetapi juga berpengaruh tidak langsung terhadap kesehatan manusia.
Faktor-faktor sosial-psikologis, dan budaya memainkan peran dalam mencetuskan suatu penyakit.
Manusia berinteraksi dengan manusia lain. Interaksi dengan manusia lain yang membawa bibit suatu penyakit. Misalnya TBC dapat menyebabkan tertular TBC.
Unsur kejiwaan pada diri manusia juga dapat terpengaruh oleh keadaan sekitar. Misalnya beban kerja yang berat, kekerasan dalam rumah tangga, kurangnya kasih sayang, dll. dapat menimbulkan stress, depresi, atau frustrasi.
Makanan dan Ekologi
Makanan mencerminkan karakteristik lingkungan. Makanan disiapkan oleh lingkungan. Misalnya ubi sebagai makanan pokok orang Papua karena banyak tersedia di wilayah tsb. Pada umumnya makanan pokok orang Indonesia adalah nasi, karena itu apabila nasi tidak dikonsumsi dalam satu hari (meskipun tetap makan makanan lainnya) tetapi perasaan masih lapar. Karena lambung telah terbiasa diisi dengan nasi.
Nilai gizi yang terkandung dalam suatu makanan tergantung dari proses pematangan atau kandungan alami yang ada pada bahan makanan.
Makanan yang dikonsumsi (mentah atau diolah) merupakan bagian dari kebudayaan.
Makanan yang diolah dari bahan-bahan mentah (seperti rujak, lalapan, lawa’) adalah sebuah bentuk kebudayaan. Lalapan: sayuran segar yang lazim disantap oleh orang Jawa. Lawa’: jenis makanan mentah yang diolah dari ikan, cuka/jeruk, kelapa & bumbu tertentu adalah salah satu jenis makanan orang Bugis.
Proses pematangan makanan adalah bagian dari kebudayaan. Meliputi cara, bahan, & alat yang digunakan.
Makanan yang lazim dimakan oleh orang Jawa belum tentu lazim bagi orang Bugis. Misalnya ikan lele yang banyak dikonsumsi oleh orang Jawa, orang Bugis justru kurang menyukainya.
Arang, kayu bakar, kompor minyak, kompor gas, dan microwave adalah beberapa alat memasak yang cara penggunaannya berbeda-beda dalam mengolah makanan.
Epidemiologi dalam Antropologi Kesehatan
Epidemiologi terutama menganalisis: perbedaan umur, jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan, kelas sosial, perilaku, & lingkungan alam yang berpengaruh terhadap penyakit.
Contoh kasus: Perokok lebih rentan menderita kanker paru-paru dibandingkan dengan orang yang bukan perokok.
Contoh kasus: Orang yang bekerja di laboratorium (laboran) lebih beresiko menderita gangguan pernafasan karena sering terkontaminasi dengan zat-zat kimia.
Contoh kasus: Penduduk di pegunungan lebih mudah terkena penyakit gondok dibandingkan dengan orang-orang di pesisir pantai yang mudah memperoleh bahan makanan laut yang kaya yodium.
Contoh kasus: Kekuarangan gizi banyak menyerang kaum miskin karena tidak mampu memenuhi asupan gizi pada makanannya. Sebaliknya kalangan atas justru terbiasa mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung kolesterol, sehingga mudah terkena ‘strok’.
Kesehatan dan Pembangunan
Pembangunan yang dilaksanakan di segala sektor kehidupan berdampak positif ataupun negatif bagi kesehatan manusia.
Dampak positif: dapat meningkatkan kualitas kesehatan manusia. Misalnya: ditemukannya obat-obatan yang tidak hanya diracik dari zat kimia tetapi juga dari bahan-bahan alami (jamu, akar tumbuhan) menjadikannya sebagai salah satu alternatif dalam pemilihan perawatan kesehatan atau pengobatan penyakit.
Dampak negatif: dapat menimbulkan suatu penyakit. Misalnya: pemukiman yang terbatas di daerah perkotaan memungkinkan penduduk miskin menempati tepian sungai untuk bermukim. Lingkungan sungai menjadi tempat tinggal dan tempat membuang hajat sekaligus sumber mata pencaharian & sumber air.
Pembangunan di perkotaan menimbulkan kemacetan dan polusi. Jalur hijau yang semakin terbatas memicu terjadinya pemanasan global.
Oleh : Resmiwaty
Ekosistem dan Sistem Sosial-Budaya
Ekosistem: suatu interaksi antarkelompok tanaman & satwa dengan lingkungan non-hidup mereka. Contoh: hutan tropis Amazon.
Sistem sosial-budaya: suatu proses di mana manusia membentuk dan terbentuk oleh kebudayaan.
Ekosistem dan sosial-budaya terintegrasi hingga mempengaruhi kesehatan manusia/masyarakat. Contoh: si A mengalami muntaber setelah meminum air yang kurang bersih.
Kesehatan dan Ekologi
Ekologi berpengaruh/terpengaruh terhadap kesehatan manusia. Nampak pada hubungan timbal-balik antara manusia dengan lingkungannya, tingkah-laku manusia, dan penyakit-penyakitnya.
Lingkungan bersifat alamiah dan sosial-budaya. Lingkungan alamiah: lingkungan alam---lingkungan yang terbetuk secara alamiah. Lingkungan sosial-budaya: lingkungan manusia---lingkungan yang diolah oleh manusia.
Semua makluk harus menyesuaikan diri dengan lingkungannya (beradaptasi) agar tetap dapat bertahan hidup (survive). Baik lingkungan alam, sosial, maupun kondisi geografi dan iklim tempat tinggalnya.
Manusia sendiri harus mampu belajar mengeksploitasi sumber-sumber yang tersedia di lingkungannya untuk memenuhi kebutuhannya.
Manusia juga harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan yang diciptakannya sendiri di mana dia berada.
Penyakit bagian dari Lingkungan
Penyakit bersifat biologis. Penyakit terbentuk dan tersebar karena proses berkembangnya suatu virus/kuman sebelum masuk ke dalam tubuh sasarannya (hewan, tumbuhan, dan manusia).
Ada penyakit-penyakit tertentu yang menyerang hewan (antraks, flu burung), tumbuhan (hama wereng), dan manusia (typhus). Meskipun penyakit menyerang hewan atau tumbuhan tetapi juga berpengaruh tidak langsung terhadap kesehatan manusia.
Faktor-faktor sosial-psikologis, dan budaya memainkan peran dalam mencetuskan suatu penyakit.
Manusia berinteraksi dengan manusia lain. Interaksi dengan manusia lain yang membawa bibit suatu penyakit. Misalnya TBC dapat menyebabkan tertular TBC.
Unsur kejiwaan pada diri manusia juga dapat terpengaruh oleh keadaan sekitar. Misalnya beban kerja yang berat, kekerasan dalam rumah tangga, kurangnya kasih sayang, dll. dapat menimbulkan stress, depresi, atau frustrasi.
Makanan dan Ekologi
Makanan mencerminkan karakteristik lingkungan. Makanan disiapkan oleh lingkungan. Misalnya ubi sebagai makanan pokok orang Papua karena banyak tersedia di wilayah tsb. Pada umumnya makanan pokok orang Indonesia adalah nasi, karena itu apabila nasi tidak dikonsumsi dalam satu hari (meskipun tetap makan makanan lainnya) tetapi perasaan masih lapar. Karena lambung telah terbiasa diisi dengan nasi.
Nilai gizi yang terkandung dalam suatu makanan tergantung dari proses pematangan atau kandungan alami yang ada pada bahan makanan.
Makanan yang dikonsumsi (mentah atau diolah) merupakan bagian dari kebudayaan.
Makanan yang diolah dari bahan-bahan mentah (seperti rujak, lalapan, lawa’) adalah sebuah bentuk kebudayaan. Lalapan: sayuran segar yang lazim disantap oleh orang Jawa. Lawa’: jenis makanan mentah yang diolah dari ikan, cuka/jeruk, kelapa & bumbu tertentu adalah salah satu jenis makanan orang Bugis.
Proses pematangan makanan adalah bagian dari kebudayaan. Meliputi cara, bahan, & alat yang digunakan.
Makanan yang lazim dimakan oleh orang Jawa belum tentu lazim bagi orang Bugis. Misalnya ikan lele yang banyak dikonsumsi oleh orang Jawa, orang Bugis justru kurang menyukainya.
Arang, kayu bakar, kompor minyak, kompor gas, dan microwave adalah beberapa alat memasak yang cara penggunaannya berbeda-beda dalam mengolah makanan.
Epidemiologi dalam Antropologi Kesehatan
Epidemiologi terutama menganalisis: perbedaan umur, jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan, kelas sosial, perilaku, & lingkungan alam yang berpengaruh terhadap penyakit.
Contoh kasus: Perokok lebih rentan menderita kanker paru-paru dibandingkan dengan orang yang bukan perokok.
Contoh kasus: Orang yang bekerja di laboratorium (laboran) lebih beresiko menderita gangguan pernafasan karena sering terkontaminasi dengan zat-zat kimia.
Contoh kasus: Penduduk di pegunungan lebih mudah terkena penyakit gondok dibandingkan dengan orang-orang di pesisir pantai yang mudah memperoleh bahan makanan laut yang kaya yodium.
Contoh kasus: Kekuarangan gizi banyak menyerang kaum miskin karena tidak mampu memenuhi asupan gizi pada makanannya. Sebaliknya kalangan atas justru terbiasa mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung kolesterol, sehingga mudah terkena ‘strok’.
Kesehatan dan Pembangunan
Pembangunan yang dilaksanakan di segala sektor kehidupan berdampak positif ataupun negatif bagi kesehatan manusia.
Dampak positif: dapat meningkatkan kualitas kesehatan manusia. Misalnya: ditemukannya obat-obatan yang tidak hanya diracik dari zat kimia tetapi juga dari bahan-bahan alami (jamu, akar tumbuhan) menjadikannya sebagai salah satu alternatif dalam pemilihan perawatan kesehatan atau pengobatan penyakit.
Dampak negatif: dapat menimbulkan suatu penyakit. Misalnya: pemukiman yang terbatas di daerah perkotaan memungkinkan penduduk miskin menempati tepian sungai untuk bermukim. Lingkungan sungai menjadi tempat tinggal dan tempat membuang hajat sekaligus sumber mata pencaharian & sumber air.
Pembangunan di perkotaan menimbulkan kemacetan dan polusi. Jalur hijau yang semakin terbatas memicu terjadinya pemanasan global.
Antropologi Kesehatan-1
EPIDEMIOLOGI DALAM STUDI
ANTROPOLOGI KESEHATAN
Epidemiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tetang jumlah dan penyebaran (frekuensi dan distribusi) dari suatu penyakit serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Epidemiologi memegang peranan penting dalam dunia pendidikan kesehatan karena epidemiologi dipelajari guna mengetahui dan memahami secara mendalam mengenai konsep, agen, lingkungan, serta faktor-faktor yang bisa menimbulkan penyakit, pencegahan, pengobatan, dan pemberantasan penyakit. Sedangkan Antropologi adalah studi tentang manusia dengan segala aspek kehidupannya (Koenjaraningrat, 1996). Salah satu dimensi dalam kehidupan manusia adalah kesehatan. Sementara itu salah satu bidang kajian dalam Antropologi adalah Antropologi Kesehatan. Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa epidemiologi adalah studi tentang penyakit, sedangkan Antropologi kesehatan membahas tentang kesehatan manusia. Berbicara tentang kesehatan sedikit banyak tentu saja berkaitan dengan penyakit.
Namun demikian, Epidemiologi terutama dalam studi Antropologi Kesehatan lebih memfokuskan diri pada behavior (perilaku) dan pengaruh sosial-budaya dari suatu penyakit. Dengan demikian aspek medis dalam hal ini juga dipertimbangkan. Untuk itu, studi Epidemiologi dalam Antropologi Kesehatan juga membutuhkan data-data dan beberapa teori praktis dalam epidemiologi medis untuk mengkaji suatu penyakit. Oleh karena itu Epidemiologi dalam Antroplogi Kesehatan merupakan studi tentang persebaran dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap berbagai jenis penyakit dalam kehidupan manusia. Fokusnya tidak hanya pada penyakit individual, tapi juga pada kelompok masyarakat.
Faktor-faktor yang umumnya berpengaruh terhadap kesehatan manusia di antaranya adalah umur, jenis kelamin, status perkawinan, kesempatan kerja, kondisi sosial-ekonomi, makanan, lingkungan (baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial), dan lain-lain. Faktor-faktor yang berpengarug ini dalam studi Epidemiologi dalam Antropologi Kesehatan disebut faktor-faktor sosial budaya. Menurut Helman* (1984:185) dalam studi Epidemiologi terdapat faktor-faktor budaya yang berpengaruh terhadap suatu penyakit, atau mempengaruhi kualitas kesehatan seseorang atau sekelompok orang. Faktor-faktor budaya tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan terkait satu sama lain. Adapun faktor-faktor budaya tersebut di antaranya adalah struktur keluarga, kesetaraan gender, sistem kekerabatan, perilaku seksual, penggunaan alat-alat kontrasepsi, dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya diuraikan dalam pembahasan berikut ini:
1. Family structure (struktur keluarga)
Struktur keluarga berhubungan dengan masalah interaksi dengan anggota keluarga lainnya, baik keluarga inti maupun keluarga luas. Keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak, jika salah seorang dalam anggota keluarga mengidap suatu penyakit (misalnya: TBC) maka interaksi yang berulang-ulang dengan anggota keluarga lainnya dapat menyebabkan anggota keluarga yang lain akan tertular. Begitu pula dengan interaksi dengan anggota keluarga luas. Bagaimana bentuk interaksi dengan anggota keluarga yang lebih luas (paman-tante, kakek-nenek, sepupu, kemanakan, cucu, dst.) Salah satunya dalam hal perawatan anak, pendidikan anak, penyiapan makanan, pakaian, dan keperluar lainnya akan berpengaruh terhadap kesehatan anggota keluarga. Pemilihan lembaga pengobatan di saat anggota keluarga sedang sakit, bagaimana perawatan terhadap si sakit, kesemuanya ini berpengaruh terhadap munculnya suatu penyakit.
2. Gender roles (kesetaraan gender)
Masyarakat Indonesia yang masih primordial (masih memegang adat/tradisi leluhur) terkadang masih menerapkan pembagian status dan peran antara laki-laki dengan perempuan. Misalnya dalam hal pembagian pekerjaan, laki-laki dituntut untuk mencari nafkah sedangkan perempuan ditugaskan untuk menjaga dan merawat anak-anak di rumah. Resiko penyakit terhadap kedua jenis kelamin ini berbeda, demikian pula dengan resiko penyakit yang mungkin ditimbulkan oleh beban kerja yang berbeda. Misalnya: wanita yang selain berberan sebagai wanita karir juga sebagai ibu rumah tangga, kemungkinan beban kerja dan psikologis yang diembannya lebih banyak, hingga waktu istirahat berkurang, mudah lelah, dan mudah terkena anemia (Koblinsky dkk., 1997).
3. Marriage patterns (sistem kekerabatan)
Sistem kekerabatan yang dimaksudkan di sini adalah endogami (perkawinan dari dalam keluarga) atau eksogai (perkawinan dari luar keluarga). Sistem kekerabatan berpengaruh terhadap timbulnya suatu penyakit. Di mana ada penyakit-penyakit tertentu yang diwariskan melalui gen. Perkawinan dengan anggota kerabat dekat dapat mempermudah penyebaran gen tersebut. Hal ini berbeda apabila memilih pasangan dari keluarga lain, kemungkinan resiko terkenanya penyakit keturunan akan lebih berkurang. Kecuali apabila dari keluarga lain pun mengidap penyakit keturunan tertentu. Perkawinan dengan kerabat dekat (sedarah) juga dapat melahirkan keturunan yang memiliki kelainan tertentu, atau penyakit-penyakit tertentu, seperti: keturunan yang cacat atau idiot, karena berasal dari keturunan yang masih sedarah.
4. Sexual behaviour (perilaku seksual)
Pada masyarakat Indonesia, hubungan seksual masih dianggap ”tabu” dan tidak permisif bagi pasangan yang belum menikah. Meskipun demikian kasus-kasus mengenai seks bebas semakin hari semakin merebak. Kencan, pemerkosaan, pelecehan, dan pelacuran yang menjadi bagian dari seks bebas telah menimbulkan penyakit seksual. Salah satunya yang paling berbahaya adalah penularan HIV/AIDS karena hingga saat ini belum ditemukan formula yang dapat membasmi penyakit ini. Selain itu sering pula muncul penyakit menular seksual (PMS) dan penyakit-penykit lainnya yang dapat tumbul karena hubungan seksual. Di kalangan remaja yang cenderung melakukan seks pra-nikah, terkadang melakukan aborsi atau pernikahan dini untuk menutupi aib. Aborsi dapat menimbulkan pendarahan hingga kematian jika tidak dilakukan secara benar, sedangkan pernikahan dini berpengaruh terhadap kondisi psikologis si anak (Dewi, 1998).
5. Contraceptive patterns (penggunaan alat-alat kontrasepsi) dan Population policy (kebijakan kependudukan)
Pemilihan alat kontrasepsi pada pasangan-pasangan tertentu, apakah menggunakan PIL KB, IUD, spiral, kondom, dan lain-lain akan berpengaruh besar terhadap kesehatan si pengguna alat kontrasepsi. Alat-alat tertentu cocok bagi seseorang, tetapi belum tentu cocok bagi orang lain. Terkadang muncul gangguan-gangguan kesehatan tertentu setelah menggunakan alat-alat kontrasepsi. Seperti kehamilan di luar kandungan. Penggunaan alat kontrasepsi juga menimbulkan efek samping yang tentu saja dapat berpengaruh bagi kesehatan.
Program keluarga berencana (KB) yang di masa orde baru sangat populer, kini jarang lagi terdengar. Demikian pula program-program yang berkaitan dengan KB saat ini juga kurang berjalan secara maksimal. Dulunya pembatasan kelahiran dapat dikendalikan, justru saat ini kurang mendapat perhatian. Akibatnya, pertumbuhan penduduk mulai tidak terkendali (Eschen & Whittaker, 1997). Persoalan kependudukan ini menjadi penting, mengingat tingkat kesejahteraan masyarakat indonesia tidak merata. Demikian pula dengan kemampuan memenuhi asupan gizi bagi keluarga di tiap-tiap golongan sosial berbeda-beda. Ada yang mampu memenuhi secara maksimal adapula yang sama sekali tidak mampu, karena jumlah anggota keluarga yang banyak sementara penghasiln sangat kurang. Maka dari itu tidak jarang ditemukan kasus-kasus kekurangan gizi, gizi buruk, dan busung lapar.
6. Childbirth and child-rearing practicies (praktek kelahiran dan melahirkan)
Hal ini berhubungan dengan masalah pemilihan praktek persalinan, apakah menggunakan tenaga medis tradisioal atau medis modern. Peralatan medis yag digunakan oleh kedua tenaga medis tersebut berbeda begitu pula metode-meode pelayanan persalinan & kualitas kesehatan yang dihasilkan. Hal ini juga terkait dengan masalah perawatan bayi dan balita. Pemenuhan asupan gizi untuk bayi dan balita, apakah bisa terpenuhi sesuai dengan standar kesehatan, apakah bayi & balita diberikan makanan tambahan, apakah bayi diberikan ASI ekslusif, atau justru diberikan susu kemasan, seperti NUTRILON, SGM, dll. Semuan ini tentu saja akan berpengaruh terhadap kesehatan anak.
7. Body image alteration (persepsi tentang tubuh ideal)
Adanya pendapat bahwa tubuh yang ideal adalah tubuh dengan porsi berat badan yang seimbang dengan tinggi badan. Gemuk atau kurus dianggap tidak seimbang. Oleh karena itu baik laki-laki maupun perempuan menginginkan tubuh yang ideal melalui berbagai cara, di antaranya diet, sedot lemak, minum obat/jamu pelangsing, krim pelangsing perut, atau senam, tanpa menyesuaikan dengan kondisi badan. Mereka juga cenderung mengurangi porsi makan (tanpa mempertimbangkan nilai gizi) demi untuk mendapatkan tubuh yang ideal. Sebuah kasus pernh ditayangkan di televisi, yakni fenomena tubuh ideal yang terjadi pada para model di Prancis. Untuk menjadi model di sebuah rumah mode terkenal di Prancis, diperlukan berat badan yang ideal untuk para model tersebut. Ukuran berat badan ideal ini, menurut ahli kesehatan dianggap sangat kurus. Demi tuntutan profesi, para model itu harus menyesuaikan berat badannya dengan aturan yang berlaku. Para model dituntut untuk berdiet ketat, bahkan ada yang jatuh sakit hingga meninggal karena diet yang tidak sehat.
8. Diet and dress (makanan dan pakaian)
Hal ini berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan makanan. Dalam pemenuhan gizi makanan, masyarakat awam terkadang kurang mempertimbangkan nilai gizi yang terkadung pada makanan yang dikonsumsi. Demikian halnya dengan para profesional yang menghabiskan separuh waktunya untuk bekerja, terkadang lebih mengutamakan pekerjaan dibandingkan dengan memilih makanan yang sehata. Mereka cenderung memilih makanan yang praktis/instant/cepat saji, yang mana jenis makanan ini termasuk makanan dengan nilai gizinya yang kurang baik. Saat ini industri makanan juga mengalami perkembangan yang pesat. Maka muncullah makanan-makanan kemasan, baik dalam kemasan plastik, botol kaca, hingga pengalengan. Agar dapat berahan lama, makanan-makanan kemasan ini diberikan bahan pengawet yang belum tentu higienis. Zat pengawet yang terkandung dalam makanan tersebut, bisa empengaruhi kesehatan tubuh yang mengkonsumsinya.
Di era modern seperti sekarang ini, mode atau gaya berpakaian menjadi sangat penting. Seseorang dituntut untuk berpakaian yang baik untuk mendapatkan penampilan yang menarik, serasi, dan smart. Dalam memilih pakaian (termasuk assesorisnya) yang akan dikenakan, seseorang terkadang kurang memperhatikan aspek higienis atau kesesuaian pakaian dengan kondisi lingkungan. Ada beberapa jenis assesoris tertentu yang dapat menimbulkan alergi kulit bagi penggunanya, misalnya: stainless, perak, emas, yang berjenis imitasi. Selain itu, kebiasaan mengganti underwear dapat mencegah timbulnya penyakit kelamin. Demikian halnya dengan kebiasaan-kebiasaan lainnya yang berkaitan dengan kebersihan berpakaian.
9. Personal higiene (kesehatan personal) dan housing arrangements (keadaan pemukiman)
Hal ini berkaitan dengan kebiasaan sepanjang hari yang dilakukan oleh seseorang. Misalnya kebiasaan mandi, membersihkan rumah (kamar), mencuci pakaian, mencuci bahan mentah yang akan diolah menjadi makanan, membersihkan lingkungan sekitar rumah, dan lain-lain. Kesehatan personal juga berkitan dengan kebersihan seluruh tubuh, dari ujung rambut hingga ujung kaki. Di antaranya mengenai shampo atau jenis sabun yang digunakan untuk membersihkan rambut/tubuh, apakah cocok dengan jenis kulit atau tidak. Juga yang berkenaan dengan alat dan bahan yang digunakan untuk kecantikan dan perawatan wajah/tubuh. Kesesuaian zat kimia yang terkandung dalam bahan tersebut apabila tidak cocok dengan jenis kulit, akan dapat menimbulkan jerawat, alergi, atau penyakit kulit lainnya.
Pemukiman penduduk ada yang berada dalam kompleks perumahan dan ada pula yang bukan kompleks perumahan. Untuk kompleks perumahan biasanya ditentukan tempat-tempat tertentu untuk pembuangan sampah, terkadang pula dilengkapi dengan fasilitas pengambilan sampah secara rutin dari dinas kebersihan setempat. Tetapi bagi rumah yang bukan kompleks perubahan biasanya tempat pembuangan sampahnya tidak teratur. Oleh karena itu terkadang sampah menjadi masalah yang besar, terutama di kota-kota besar. Pembuangan sampah yang tidak dikelola dengan baik, dapat menimbulkan bau yang kurang sedap dan memungkinkan berkembangnya kuman serta bakteri penyakit-penyakit tertentu. Masalah ini juga berhubungan dengan kondisi rumah yang dihuni oleh individu atau keluarga. Apakah rumah tersebut telah memenuhi persyaratan kesehatan, seperti: sirkulasi udara cukup, mendapat cahaya matahari langsung ke dalam rumah, dan lain-lain.
10. Sanitation arrangements (kebersihan lingkungan)
Lokasi perumahan yang letaknya relatif dekat dengan TPA (tempat pembuangan sampah terakhir) akan mudah terkontaminasi oleh sampah-sampah tersebut. Begitu pula dengan sistem pembuangan (MCK) bagi warga sekitar. Penduduk yang hidup di perkotaan dengan penduduk yang tinggal di daerah pedesaan (khsusnya sekitar pantai atau sungai) memiliki kebiasaan berbeda dalam hal pembuangan sampah atau MCK. Masyarakat perkotaan umumnya menggunakan WC di rumah masing-masing. Sedangkan penduduk di sekitar pantai atau sungai biasanya membuang sampah atau MCK di sekiTar pantai atau sungai.
11. Occupations (kesempatan kerja) dan leisure persuits (hiburan dan rekreasi)
Jumlah pengangguran semakin hari semakin bertambah, sementara kesempatan kerja menjadi semakin terbatas. Tenaga kerja terampil yang siap kerja masih sangat terbatas. Tuntutan hidup semakin banyak memungkinkan seseorang memilih pekerjaan/profesi tanpa mempertimbangkan aspek kesehatannya. Tenaga laboran misalnya, yang hampir setiap hari harus bergumul dengan zat-zat kimia di dalam laboratorium. Di mana zat-zat kimia tersebut dapat beresiko buruk bagi kesehatan apabila terhirup atau tanpa disengaja masuk ke dalam tubuh manusia. Demikian pula dengan pekerja mesin misalnya, yang setiap hari harus bekerja dengan alat-alat mekanik dengan deru suara mesin yang sangat kencang atau alat-alat mekanik yang memerlukan kehati-hatian dan ketelitian dalam penggunaannya agar tidak mencelakai si penggunanya.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa beban kerja yang ditanggung oleh individu dapat memicu munculnya stress. Oleh karena itu, menghadapi beban kerja serta rutinitas sehari-hari perlu dibarengi dengan hiburan dan rekreasi. Memenuhi kebutuhan akan hiburan dan rekresi akan mengalihkan perhatian sejenak dari segala rutinitas sehari-hari, karena itu dapat mengurangi sress dan juga dapat menyegarkan kembali pikiran (Sehat Plus, 2006).
12. Economic situation (status ekonomi)
Berdasarkan status ekonomi, masyarakat Indonesia dikategorikan dalam dua golongan, yakni golongan kaya dan golongan miskin. Masyarakat yang dikategorikan miskin adalah individu yang dianggap kurang mampu memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan secara maksimal. Karena itu terkadang kebutuhan akan kesehatan juga menjadi halangan bagi mereka. Maka dari itu tidak jarang di masyarakat kita terdapat orang-orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan akan asupan gizi yang cukup, seperti: busung lapar atau kekurangan gizi yang pada umumnya berasal dari keluarga miskin. Sebaliknya, bagi masyarakat yang tergolong kaya, untuk pemenuhan kebutuhan lainnya sangat mencukupi. Akan tetapi karena faktor lain, kesibukan misalnya, faktor gizi atau istirahat yang cukup kurang menjadi perhatian. Beban kerja yang banyak serta mengkonsumsi makanan berlemak atau kolesterol, tanpa diimbangi istirahat dan olah raga yang cukup, dapat menimbulkan obesitas, kolesterol, tekanan darah tinggi, dan lain-lain (Femina, 2001).
13. Religion (agama atau sistem kepercayaan)
Pada agama-agama tertentu makanan digolongkan atas makanan yang ‘halal’ dan yang ‘haram’ karena itu dalam mengkonsumsi makanan biasanya para penganutnya mengikuti ajaran tersebut. Seperti pada umat Islam yang mengharamkan daging babi, darah, dan minuman keras, maka kemungkinan efek negatif yang ditimbulkan dari mengkonsumsi daging Babi, darah, dan minuman keras dapat dihindari. Sedangkan bagi umat non-muslim yang memiliki tradisi/kebiasaan minum bir, anggur, atau tuak pada perayaan-perayaan tertentu, akan sulit menghindari efek negatif dari minuman tersebut.
14. Use of ‘chemical conferters’ (penggunaan obat-obatan)
Pengobatan yang banyak beredar akhir-akhir ini tidak hanya dapat diperoleh melalui pengobatan medis kedokteran, tetapi juga dapat melalui pengobatan alternatif dan pengobatan tradisional. Melalui pengobatan rutin, pengobatan alternatif dapat menyembuhkan/meringankan penyakit-penyakit tertentu, seperti diabetes, jantung, saraf, atau bahkan kanker. Sedangkan pengobatan tradisional, di antaranya adalah dukun atau shaman yang dalam praktek pengobatannya biasanya menggunakan peralatan tradisonal seperti: pisau, batok kelapa, dupa, air dan lain-lain. Persoalan higienitas peralatan tersebut dapat berpengaruh bagi kesehatan si pasien. Selain itu jamu-jamuan, atau obat-obatan yang tersebar luas di pasaran saat ini, juga tidak dengan mudah bisa dikonsumsi, perlu dipertimbangkan efek sampingnya agar dapat terhindar dari pengaruh buruk di masa mendatang.
15. Domestic animals and birds (hewan peliharaan)
Hewan peliharaan yang dimaksudkan di sini adalah anjing, kucing, ikan, sebagai binatang peliharaan dan juga termasuk binatang ternak, yakni unggas, sapi, kambing/domba, kuda, babi, kerbau, dan sebagainya. Yang menjadi tekanan dalam hal ini adalah posisi atau letak kandang binatang ternak tersebut, juga tempat tinggal binatang peliharaan tadi. Letak kandang ternak (unggas, misalnya) yang dekat dengan pemukiman dapat memudahkan penghuninya terkontaminasi oleh penyakit yang dimunculkan oleh ternak tersebut (flu burung, misalnya). Untuk masyarakat Eropa dan Amerika yang menganggap binatang peliharaan anjing atau kucing seperti layaknya manusia, maka biasanya binatang peliharaan ini dibiarkan begitu saja berkeliaran di dalam rumah. Bahkan dalam pemeliharaannya pun binatang-bintang tadi sangat diperhatikan gizi dan kesehatannya, agar resiko penyakit yang ditimbukan dapat dikurangi.
Dengan demikian studi Epidemiologi yang mengkaji tentang jumlah dan penyebaran penyakit dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, memberikn sumbangsih yang besar bagi studi Antropologi Kesehatan yang mengkaji kesehatan manusia. Terutama karena faktor-faktor budaya dalam epidemiologi berperan serta mengeksplorasi kasus-kasus penyakit tertentu. Adapun faktor-faktor budaya yang dimaksud adalah struktur keluarga, kesetaraan gender, sistem kekerabatan, dan lain-lain, seperti yang telah diurai di atas. Kesemuanya ini berpengaruh terhadap munculnya penyakit-penyakit tertentu pada diri individu ataupun kelompok individu. Dan tentu saja penyakit-penyakit yang ditimbulkan akan berpengaruh pula terhadap kualitas kesehatan manusia.
*Helman, Cecil, Culture, Health, and Illness, 1984, Bristol: Wright.
ANTROPOLOGI KESEHATAN
Epidemiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tetang jumlah dan penyebaran (frekuensi dan distribusi) dari suatu penyakit serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Epidemiologi memegang peranan penting dalam dunia pendidikan kesehatan karena epidemiologi dipelajari guna mengetahui dan memahami secara mendalam mengenai konsep, agen, lingkungan, serta faktor-faktor yang bisa menimbulkan penyakit, pencegahan, pengobatan, dan pemberantasan penyakit. Sedangkan Antropologi adalah studi tentang manusia dengan segala aspek kehidupannya (Koenjaraningrat, 1996). Salah satu dimensi dalam kehidupan manusia adalah kesehatan. Sementara itu salah satu bidang kajian dalam Antropologi adalah Antropologi Kesehatan. Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa epidemiologi adalah studi tentang penyakit, sedangkan Antropologi kesehatan membahas tentang kesehatan manusia. Berbicara tentang kesehatan sedikit banyak tentu saja berkaitan dengan penyakit.
Namun demikian, Epidemiologi terutama dalam studi Antropologi Kesehatan lebih memfokuskan diri pada behavior (perilaku) dan pengaruh sosial-budaya dari suatu penyakit. Dengan demikian aspek medis dalam hal ini juga dipertimbangkan. Untuk itu, studi Epidemiologi dalam Antropologi Kesehatan juga membutuhkan data-data dan beberapa teori praktis dalam epidemiologi medis untuk mengkaji suatu penyakit. Oleh karena itu Epidemiologi dalam Antroplogi Kesehatan merupakan studi tentang persebaran dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap berbagai jenis penyakit dalam kehidupan manusia. Fokusnya tidak hanya pada penyakit individual, tapi juga pada kelompok masyarakat.
Faktor-faktor yang umumnya berpengaruh terhadap kesehatan manusia di antaranya adalah umur, jenis kelamin, status perkawinan, kesempatan kerja, kondisi sosial-ekonomi, makanan, lingkungan (baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial), dan lain-lain. Faktor-faktor yang berpengarug ini dalam studi Epidemiologi dalam Antropologi Kesehatan disebut faktor-faktor sosial budaya. Menurut Helman* (1984:185) dalam studi Epidemiologi terdapat faktor-faktor budaya yang berpengaruh terhadap suatu penyakit, atau mempengaruhi kualitas kesehatan seseorang atau sekelompok orang. Faktor-faktor budaya tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan terkait satu sama lain. Adapun faktor-faktor budaya tersebut di antaranya adalah struktur keluarga, kesetaraan gender, sistem kekerabatan, perilaku seksual, penggunaan alat-alat kontrasepsi, dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya diuraikan dalam pembahasan berikut ini:
1. Family structure (struktur keluarga)
Struktur keluarga berhubungan dengan masalah interaksi dengan anggota keluarga lainnya, baik keluarga inti maupun keluarga luas. Keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak, jika salah seorang dalam anggota keluarga mengidap suatu penyakit (misalnya: TBC) maka interaksi yang berulang-ulang dengan anggota keluarga lainnya dapat menyebabkan anggota keluarga yang lain akan tertular. Begitu pula dengan interaksi dengan anggota keluarga luas. Bagaimana bentuk interaksi dengan anggota keluarga yang lebih luas (paman-tante, kakek-nenek, sepupu, kemanakan, cucu, dst.) Salah satunya dalam hal perawatan anak, pendidikan anak, penyiapan makanan, pakaian, dan keperluar lainnya akan berpengaruh terhadap kesehatan anggota keluarga. Pemilihan lembaga pengobatan di saat anggota keluarga sedang sakit, bagaimana perawatan terhadap si sakit, kesemuanya ini berpengaruh terhadap munculnya suatu penyakit.
2. Gender roles (kesetaraan gender)
Masyarakat Indonesia yang masih primordial (masih memegang adat/tradisi leluhur) terkadang masih menerapkan pembagian status dan peran antara laki-laki dengan perempuan. Misalnya dalam hal pembagian pekerjaan, laki-laki dituntut untuk mencari nafkah sedangkan perempuan ditugaskan untuk menjaga dan merawat anak-anak di rumah. Resiko penyakit terhadap kedua jenis kelamin ini berbeda, demikian pula dengan resiko penyakit yang mungkin ditimbulkan oleh beban kerja yang berbeda. Misalnya: wanita yang selain berberan sebagai wanita karir juga sebagai ibu rumah tangga, kemungkinan beban kerja dan psikologis yang diembannya lebih banyak, hingga waktu istirahat berkurang, mudah lelah, dan mudah terkena anemia (Koblinsky dkk., 1997).
3. Marriage patterns (sistem kekerabatan)
Sistem kekerabatan yang dimaksudkan di sini adalah endogami (perkawinan dari dalam keluarga) atau eksogai (perkawinan dari luar keluarga). Sistem kekerabatan berpengaruh terhadap timbulnya suatu penyakit. Di mana ada penyakit-penyakit tertentu yang diwariskan melalui gen. Perkawinan dengan anggota kerabat dekat dapat mempermudah penyebaran gen tersebut. Hal ini berbeda apabila memilih pasangan dari keluarga lain, kemungkinan resiko terkenanya penyakit keturunan akan lebih berkurang. Kecuali apabila dari keluarga lain pun mengidap penyakit keturunan tertentu. Perkawinan dengan kerabat dekat (sedarah) juga dapat melahirkan keturunan yang memiliki kelainan tertentu, atau penyakit-penyakit tertentu, seperti: keturunan yang cacat atau idiot, karena berasal dari keturunan yang masih sedarah.
4. Sexual behaviour (perilaku seksual)
Pada masyarakat Indonesia, hubungan seksual masih dianggap ”tabu” dan tidak permisif bagi pasangan yang belum menikah. Meskipun demikian kasus-kasus mengenai seks bebas semakin hari semakin merebak. Kencan, pemerkosaan, pelecehan, dan pelacuran yang menjadi bagian dari seks bebas telah menimbulkan penyakit seksual. Salah satunya yang paling berbahaya adalah penularan HIV/AIDS karena hingga saat ini belum ditemukan formula yang dapat membasmi penyakit ini. Selain itu sering pula muncul penyakit menular seksual (PMS) dan penyakit-penykit lainnya yang dapat tumbul karena hubungan seksual. Di kalangan remaja yang cenderung melakukan seks pra-nikah, terkadang melakukan aborsi atau pernikahan dini untuk menutupi aib. Aborsi dapat menimbulkan pendarahan hingga kematian jika tidak dilakukan secara benar, sedangkan pernikahan dini berpengaruh terhadap kondisi psikologis si anak (Dewi, 1998).
5. Contraceptive patterns (penggunaan alat-alat kontrasepsi) dan Population policy (kebijakan kependudukan)
Pemilihan alat kontrasepsi pada pasangan-pasangan tertentu, apakah menggunakan PIL KB, IUD, spiral, kondom, dan lain-lain akan berpengaruh besar terhadap kesehatan si pengguna alat kontrasepsi. Alat-alat tertentu cocok bagi seseorang, tetapi belum tentu cocok bagi orang lain. Terkadang muncul gangguan-gangguan kesehatan tertentu setelah menggunakan alat-alat kontrasepsi. Seperti kehamilan di luar kandungan. Penggunaan alat kontrasepsi juga menimbulkan efek samping yang tentu saja dapat berpengaruh bagi kesehatan.
Program keluarga berencana (KB) yang di masa orde baru sangat populer, kini jarang lagi terdengar. Demikian pula program-program yang berkaitan dengan KB saat ini juga kurang berjalan secara maksimal. Dulunya pembatasan kelahiran dapat dikendalikan, justru saat ini kurang mendapat perhatian. Akibatnya, pertumbuhan penduduk mulai tidak terkendali (Eschen & Whittaker, 1997). Persoalan kependudukan ini menjadi penting, mengingat tingkat kesejahteraan masyarakat indonesia tidak merata. Demikian pula dengan kemampuan memenuhi asupan gizi bagi keluarga di tiap-tiap golongan sosial berbeda-beda. Ada yang mampu memenuhi secara maksimal adapula yang sama sekali tidak mampu, karena jumlah anggota keluarga yang banyak sementara penghasiln sangat kurang. Maka dari itu tidak jarang ditemukan kasus-kasus kekurangan gizi, gizi buruk, dan busung lapar.
6. Childbirth and child-rearing practicies (praktek kelahiran dan melahirkan)
Hal ini berhubungan dengan masalah pemilihan praktek persalinan, apakah menggunakan tenaga medis tradisioal atau medis modern. Peralatan medis yag digunakan oleh kedua tenaga medis tersebut berbeda begitu pula metode-meode pelayanan persalinan & kualitas kesehatan yang dihasilkan. Hal ini juga terkait dengan masalah perawatan bayi dan balita. Pemenuhan asupan gizi untuk bayi dan balita, apakah bisa terpenuhi sesuai dengan standar kesehatan, apakah bayi & balita diberikan makanan tambahan, apakah bayi diberikan ASI ekslusif, atau justru diberikan susu kemasan, seperti NUTRILON, SGM, dll. Semuan ini tentu saja akan berpengaruh terhadap kesehatan anak.
7. Body image alteration (persepsi tentang tubuh ideal)
Adanya pendapat bahwa tubuh yang ideal adalah tubuh dengan porsi berat badan yang seimbang dengan tinggi badan. Gemuk atau kurus dianggap tidak seimbang. Oleh karena itu baik laki-laki maupun perempuan menginginkan tubuh yang ideal melalui berbagai cara, di antaranya diet, sedot lemak, minum obat/jamu pelangsing, krim pelangsing perut, atau senam, tanpa menyesuaikan dengan kondisi badan. Mereka juga cenderung mengurangi porsi makan (tanpa mempertimbangkan nilai gizi) demi untuk mendapatkan tubuh yang ideal. Sebuah kasus pernh ditayangkan di televisi, yakni fenomena tubuh ideal yang terjadi pada para model di Prancis. Untuk menjadi model di sebuah rumah mode terkenal di Prancis, diperlukan berat badan yang ideal untuk para model tersebut. Ukuran berat badan ideal ini, menurut ahli kesehatan dianggap sangat kurus. Demi tuntutan profesi, para model itu harus menyesuaikan berat badannya dengan aturan yang berlaku. Para model dituntut untuk berdiet ketat, bahkan ada yang jatuh sakit hingga meninggal karena diet yang tidak sehat.
8. Diet and dress (makanan dan pakaian)
Hal ini berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan makanan. Dalam pemenuhan gizi makanan, masyarakat awam terkadang kurang mempertimbangkan nilai gizi yang terkadung pada makanan yang dikonsumsi. Demikian halnya dengan para profesional yang menghabiskan separuh waktunya untuk bekerja, terkadang lebih mengutamakan pekerjaan dibandingkan dengan memilih makanan yang sehata. Mereka cenderung memilih makanan yang praktis/instant/cepat saji, yang mana jenis makanan ini termasuk makanan dengan nilai gizinya yang kurang baik. Saat ini industri makanan juga mengalami perkembangan yang pesat. Maka muncullah makanan-makanan kemasan, baik dalam kemasan plastik, botol kaca, hingga pengalengan. Agar dapat berahan lama, makanan-makanan kemasan ini diberikan bahan pengawet yang belum tentu higienis. Zat pengawet yang terkandung dalam makanan tersebut, bisa empengaruhi kesehatan tubuh yang mengkonsumsinya.
Di era modern seperti sekarang ini, mode atau gaya berpakaian menjadi sangat penting. Seseorang dituntut untuk berpakaian yang baik untuk mendapatkan penampilan yang menarik, serasi, dan smart. Dalam memilih pakaian (termasuk assesorisnya) yang akan dikenakan, seseorang terkadang kurang memperhatikan aspek higienis atau kesesuaian pakaian dengan kondisi lingkungan. Ada beberapa jenis assesoris tertentu yang dapat menimbulkan alergi kulit bagi penggunanya, misalnya: stainless, perak, emas, yang berjenis imitasi. Selain itu, kebiasaan mengganti underwear dapat mencegah timbulnya penyakit kelamin. Demikian halnya dengan kebiasaan-kebiasaan lainnya yang berkaitan dengan kebersihan berpakaian.
9. Personal higiene (kesehatan personal) dan housing arrangements (keadaan pemukiman)
Hal ini berkaitan dengan kebiasaan sepanjang hari yang dilakukan oleh seseorang. Misalnya kebiasaan mandi, membersihkan rumah (kamar), mencuci pakaian, mencuci bahan mentah yang akan diolah menjadi makanan, membersihkan lingkungan sekitar rumah, dan lain-lain. Kesehatan personal juga berkitan dengan kebersihan seluruh tubuh, dari ujung rambut hingga ujung kaki. Di antaranya mengenai shampo atau jenis sabun yang digunakan untuk membersihkan rambut/tubuh, apakah cocok dengan jenis kulit atau tidak. Juga yang berkenaan dengan alat dan bahan yang digunakan untuk kecantikan dan perawatan wajah/tubuh. Kesesuaian zat kimia yang terkandung dalam bahan tersebut apabila tidak cocok dengan jenis kulit, akan dapat menimbulkan jerawat, alergi, atau penyakit kulit lainnya.
Pemukiman penduduk ada yang berada dalam kompleks perumahan dan ada pula yang bukan kompleks perumahan. Untuk kompleks perumahan biasanya ditentukan tempat-tempat tertentu untuk pembuangan sampah, terkadang pula dilengkapi dengan fasilitas pengambilan sampah secara rutin dari dinas kebersihan setempat. Tetapi bagi rumah yang bukan kompleks perubahan biasanya tempat pembuangan sampahnya tidak teratur. Oleh karena itu terkadang sampah menjadi masalah yang besar, terutama di kota-kota besar. Pembuangan sampah yang tidak dikelola dengan baik, dapat menimbulkan bau yang kurang sedap dan memungkinkan berkembangnya kuman serta bakteri penyakit-penyakit tertentu. Masalah ini juga berhubungan dengan kondisi rumah yang dihuni oleh individu atau keluarga. Apakah rumah tersebut telah memenuhi persyaratan kesehatan, seperti: sirkulasi udara cukup, mendapat cahaya matahari langsung ke dalam rumah, dan lain-lain.
10. Sanitation arrangements (kebersihan lingkungan)
Lokasi perumahan yang letaknya relatif dekat dengan TPA (tempat pembuangan sampah terakhir) akan mudah terkontaminasi oleh sampah-sampah tersebut. Begitu pula dengan sistem pembuangan (MCK) bagi warga sekitar. Penduduk yang hidup di perkotaan dengan penduduk yang tinggal di daerah pedesaan (khsusnya sekitar pantai atau sungai) memiliki kebiasaan berbeda dalam hal pembuangan sampah atau MCK. Masyarakat perkotaan umumnya menggunakan WC di rumah masing-masing. Sedangkan penduduk di sekitar pantai atau sungai biasanya membuang sampah atau MCK di sekiTar pantai atau sungai.
11. Occupations (kesempatan kerja) dan leisure persuits (hiburan dan rekreasi)
Jumlah pengangguran semakin hari semakin bertambah, sementara kesempatan kerja menjadi semakin terbatas. Tenaga kerja terampil yang siap kerja masih sangat terbatas. Tuntutan hidup semakin banyak memungkinkan seseorang memilih pekerjaan/profesi tanpa mempertimbangkan aspek kesehatannya. Tenaga laboran misalnya, yang hampir setiap hari harus bergumul dengan zat-zat kimia di dalam laboratorium. Di mana zat-zat kimia tersebut dapat beresiko buruk bagi kesehatan apabila terhirup atau tanpa disengaja masuk ke dalam tubuh manusia. Demikian pula dengan pekerja mesin misalnya, yang setiap hari harus bekerja dengan alat-alat mekanik dengan deru suara mesin yang sangat kencang atau alat-alat mekanik yang memerlukan kehati-hatian dan ketelitian dalam penggunaannya agar tidak mencelakai si penggunanya.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa beban kerja yang ditanggung oleh individu dapat memicu munculnya stress. Oleh karena itu, menghadapi beban kerja serta rutinitas sehari-hari perlu dibarengi dengan hiburan dan rekreasi. Memenuhi kebutuhan akan hiburan dan rekresi akan mengalihkan perhatian sejenak dari segala rutinitas sehari-hari, karena itu dapat mengurangi sress dan juga dapat menyegarkan kembali pikiran (Sehat Plus, 2006).
12. Economic situation (status ekonomi)
Berdasarkan status ekonomi, masyarakat Indonesia dikategorikan dalam dua golongan, yakni golongan kaya dan golongan miskin. Masyarakat yang dikategorikan miskin adalah individu yang dianggap kurang mampu memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan secara maksimal. Karena itu terkadang kebutuhan akan kesehatan juga menjadi halangan bagi mereka. Maka dari itu tidak jarang di masyarakat kita terdapat orang-orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan akan asupan gizi yang cukup, seperti: busung lapar atau kekurangan gizi yang pada umumnya berasal dari keluarga miskin. Sebaliknya, bagi masyarakat yang tergolong kaya, untuk pemenuhan kebutuhan lainnya sangat mencukupi. Akan tetapi karena faktor lain, kesibukan misalnya, faktor gizi atau istirahat yang cukup kurang menjadi perhatian. Beban kerja yang banyak serta mengkonsumsi makanan berlemak atau kolesterol, tanpa diimbangi istirahat dan olah raga yang cukup, dapat menimbulkan obesitas, kolesterol, tekanan darah tinggi, dan lain-lain (Femina, 2001).
13. Religion (agama atau sistem kepercayaan)
Pada agama-agama tertentu makanan digolongkan atas makanan yang ‘halal’ dan yang ‘haram’ karena itu dalam mengkonsumsi makanan biasanya para penganutnya mengikuti ajaran tersebut. Seperti pada umat Islam yang mengharamkan daging babi, darah, dan minuman keras, maka kemungkinan efek negatif yang ditimbulkan dari mengkonsumsi daging Babi, darah, dan minuman keras dapat dihindari. Sedangkan bagi umat non-muslim yang memiliki tradisi/kebiasaan minum bir, anggur, atau tuak pada perayaan-perayaan tertentu, akan sulit menghindari efek negatif dari minuman tersebut.
14. Use of ‘chemical conferters’ (penggunaan obat-obatan)
Pengobatan yang banyak beredar akhir-akhir ini tidak hanya dapat diperoleh melalui pengobatan medis kedokteran, tetapi juga dapat melalui pengobatan alternatif dan pengobatan tradisional. Melalui pengobatan rutin, pengobatan alternatif dapat menyembuhkan/meringankan penyakit-penyakit tertentu, seperti diabetes, jantung, saraf, atau bahkan kanker. Sedangkan pengobatan tradisional, di antaranya adalah dukun atau shaman yang dalam praktek pengobatannya biasanya menggunakan peralatan tradisonal seperti: pisau, batok kelapa, dupa, air dan lain-lain. Persoalan higienitas peralatan tersebut dapat berpengaruh bagi kesehatan si pasien. Selain itu jamu-jamuan, atau obat-obatan yang tersebar luas di pasaran saat ini, juga tidak dengan mudah bisa dikonsumsi, perlu dipertimbangkan efek sampingnya agar dapat terhindar dari pengaruh buruk di masa mendatang.
15. Domestic animals and birds (hewan peliharaan)
Hewan peliharaan yang dimaksudkan di sini adalah anjing, kucing, ikan, sebagai binatang peliharaan dan juga termasuk binatang ternak, yakni unggas, sapi, kambing/domba, kuda, babi, kerbau, dan sebagainya. Yang menjadi tekanan dalam hal ini adalah posisi atau letak kandang binatang ternak tersebut, juga tempat tinggal binatang peliharaan tadi. Letak kandang ternak (unggas, misalnya) yang dekat dengan pemukiman dapat memudahkan penghuninya terkontaminasi oleh penyakit yang dimunculkan oleh ternak tersebut (flu burung, misalnya). Untuk masyarakat Eropa dan Amerika yang menganggap binatang peliharaan anjing atau kucing seperti layaknya manusia, maka biasanya binatang peliharaan ini dibiarkan begitu saja berkeliaran di dalam rumah. Bahkan dalam pemeliharaannya pun binatang-bintang tadi sangat diperhatikan gizi dan kesehatannya, agar resiko penyakit yang ditimbukan dapat dikurangi.
Dengan demikian studi Epidemiologi yang mengkaji tentang jumlah dan penyebaran penyakit dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, memberikn sumbangsih yang besar bagi studi Antropologi Kesehatan yang mengkaji kesehatan manusia. Terutama karena faktor-faktor budaya dalam epidemiologi berperan serta mengeksplorasi kasus-kasus penyakit tertentu. Adapun faktor-faktor budaya yang dimaksud adalah struktur keluarga, kesetaraan gender, sistem kekerabatan, dan lain-lain, seperti yang telah diurai di atas. Kesemuanya ini berpengaruh terhadap munculnya penyakit-penyakit tertentu pada diri individu ataupun kelompok individu. Dan tentu saja penyakit-penyakit yang ditimbulkan akan berpengaruh pula terhadap kualitas kesehatan manusia.
*Helman, Cecil, Culture, Health, and Illness, 1984, Bristol: Wright.
Jumat, 23 Juli 2010
Pengantar Antropologi-5
PENGANTAR TENTANG KEBUDAYAAN MATERIAL
MATERIALISME
Aliran materialisme dalam Antropologi mengakui kebudayaan material tidak hanya berupa benda tetapi juga sistem kognitif, aktivitas, sebagai akibat dari adanya suatu materi.
Aliran materialisme juga menganggap aspek mental sebagai sebuah kebudayaan material sebagai pengaruh dari adanya sebuah materi.
Contoh: sistem pengetahuan, kepercayaan manusia juga merupakan material, sebab terlahir dari adanya benda-benda material seperti buku, al-kitab, dll.
Aspek mental-psikologis yang terlahir dari interaksi antarperson dari sebuah objek material. Misalnya: HP (objek material) sebagai alat komunikasi, psikologis yang terjadi pada diri person yang menggunakan HP juga merupakan materi.
SIMBOL DAN MAKNA
Material adalah simbol. Simbol mengandung makna. Simbol terdapat pada sistem kognitif, aktivitas, artefak, dan mental manusia. Kesemuanya ini mengandung makna (meaning).
Analisis dalam Antropologi mencapai deep meaning: makna terdalam dari sebuah fenomena/peristiwa.
Sebuah peritiwa dengan peristiwa yang lain saling berhubungan dan berkaitan satu sama lain, membentuk jaring-jaring makna dalam kehidupan manusia (kebudayaan oleh Clifford Geertz).
Simbol : ekonomi, pendidikan, religi, stratifikasi sosial, dan budaya.
Simbol ekonomi, misalnya berbelanja di Mall (PI Mall atau Mall Blok M), berbelanja di pasar swalayan atau pasar tradisional;
Simbol ekonomi, misalnya menggunakan angkutan umum atau mobil Opel Blazer, menggunakan jam tangan ROLEX asli atau imitasi.
Simbol pendidikan, misalnnya: pakaian serba terbuka, mini, transparan, merokok, gaya hidup tidak teratur (wanita ‘liar’/tidak berpendidikan) atau pakaian tertutup, sopan, menutup aurat, bersahaja, gaya hidup teratur (‘wanita terhormat’/berpendidikan).
Simbol pendidikan, bandingkan TEMPO atau Metro-TV (berpendidikan) dengan BOBO, Walt Disney (Kanak-kanak).
Simbol religi, misalnya: berpuasa di bulan Ramadhan, shalat lima waktu, berhaji (simbol ke-Islam-an) atau mengikuti kebaktian, berdoa di gereja, membaca al-kitab (simbol umat Nasrani).
Simbol religi, misalnya: mendirikan shalat, berpuasa, cermah agama di masjid (ulama) dengan mabuk-mabukan, berzina, berjudi (orang dzalim).
Stratifikasi Sosial, misalnya: menggunakan mobil dinas, tinggal di rumah jabatan, mendapatkan tunjangan struktural (atasan/pejabat) atau mengenakan seragam ‘satuan pengaman’, menjaga kantor hampir 24 jam, siap-siaga dengan keamanan (bawahan-satpam).
Stratifikasi sosial, misalnya: keluar-masuk kantor menggunakan BMW didampingi oleh asisten sambil membawa laptop (pengusaha) atau keluar-masuk kantor sambil membawa barang jualan senter kaca-mata sambil berjalan-kaki (sales).
Simbol budaya, misalnya: menggunakan dialek bahasa-bahasa tertetu menunjukkan asal daerah seseorang.
Simbol budaya, misalnya: mengkonsumsi sayur kelor (etnis kaili), pecel lele (orang Jawa), ceker ayam (orang Jawa) atau tidak (non-Jawa).
Simbol budaya juga tercermin biasanya pada pola pikir seseorang: kampungan atau modern.
Deep Meaning
Makna terdalam dari sebuah peristiwa. Apa yang tampak terlihat, tidak sama dengan apa yang sesungguhnya terjadi. Misalnya: wanita berpendidikan (mantan preman yang insaf) >< wanita tidak berpendidikan (dari keluarga terpandang & berpendidikan).
Hal ini dapat diketahui melalui penelitian.
Ruang-ruang Dalam Kehidupan Manusia
Contoh kasus: ruang elektronik dan ruang jalanan dalam kehidupan manusia.
Ruang elektonik (electronic space) : di mana interaksi langsung sudah tidak menjadi begitu penting. Orang-orang saling beriteraksi melalui jaringan elektronika. Hampir segala kebutuhan dipenuhi melaui peralatan elektronika, misalnya: pesan makanan via telepon, berbelanja via internet, transaksi ATM, dll.
Ruang jalanan : dinamika yang terjadi di jalanan. Orang-orang ‘jalanan’, perilakunya, kebiasaannya, kebrutalannya, copet, dll.
Filosofi dari Sebuah Masyarakat
Dari pola pikir masyarakat, aktivitas yang berlangsung di dalamnya, dinamika sosial yang terjadi, tools (peralatan atau benda-benda) yang digunakan, mencerminkan filosofi sebuah masyarakat.
Kota Palu: perkembangan kota yang lambat, pola pikir yang ‘terbelakang’, Mall yang ada, suasana jalan raya, dll.
Kota Jakarta: macet, stratifikasi sosial yang sangat tajam, pola pikir yang maju, individualistis, dll.
MATERIALISME
Aliran materialisme dalam Antropologi mengakui kebudayaan material tidak hanya berupa benda tetapi juga sistem kognitif, aktivitas, sebagai akibat dari adanya suatu materi.
Aliran materialisme juga menganggap aspek mental sebagai sebuah kebudayaan material sebagai pengaruh dari adanya sebuah materi.
Contoh: sistem pengetahuan, kepercayaan manusia juga merupakan material, sebab terlahir dari adanya benda-benda material seperti buku, al-kitab, dll.
Aspek mental-psikologis yang terlahir dari interaksi antarperson dari sebuah objek material. Misalnya: HP (objek material) sebagai alat komunikasi, psikologis yang terjadi pada diri person yang menggunakan HP juga merupakan materi.
SIMBOL DAN MAKNA
Material adalah simbol. Simbol mengandung makna. Simbol terdapat pada sistem kognitif, aktivitas, artefak, dan mental manusia. Kesemuanya ini mengandung makna (meaning).
Analisis dalam Antropologi mencapai deep meaning: makna terdalam dari sebuah fenomena/peristiwa.
Sebuah peritiwa dengan peristiwa yang lain saling berhubungan dan berkaitan satu sama lain, membentuk jaring-jaring makna dalam kehidupan manusia (kebudayaan oleh Clifford Geertz).
Simbol : ekonomi, pendidikan, religi, stratifikasi sosial, dan budaya.
Simbol ekonomi, misalnya berbelanja di Mall (PI Mall atau Mall Blok M), berbelanja di pasar swalayan atau pasar tradisional;
Simbol ekonomi, misalnya menggunakan angkutan umum atau mobil Opel Blazer, menggunakan jam tangan ROLEX asli atau imitasi.
Simbol pendidikan, misalnnya: pakaian serba terbuka, mini, transparan, merokok, gaya hidup tidak teratur (wanita ‘liar’/tidak berpendidikan) atau pakaian tertutup, sopan, menutup aurat, bersahaja, gaya hidup teratur (‘wanita terhormat’/berpendidikan).
Simbol pendidikan, bandingkan TEMPO atau Metro-TV (berpendidikan) dengan BOBO, Walt Disney (Kanak-kanak).
Simbol religi, misalnya: berpuasa di bulan Ramadhan, shalat lima waktu, berhaji (simbol ke-Islam-an) atau mengikuti kebaktian, berdoa di gereja, membaca al-kitab (simbol umat Nasrani).
Simbol religi, misalnya: mendirikan shalat, berpuasa, cermah agama di masjid (ulama) dengan mabuk-mabukan, berzina, berjudi (orang dzalim).
Stratifikasi Sosial, misalnya: menggunakan mobil dinas, tinggal di rumah jabatan, mendapatkan tunjangan struktural (atasan/pejabat) atau mengenakan seragam ‘satuan pengaman’, menjaga kantor hampir 24 jam, siap-siaga dengan keamanan (bawahan-satpam).
Stratifikasi sosial, misalnya: keluar-masuk kantor menggunakan BMW didampingi oleh asisten sambil membawa laptop (pengusaha) atau keluar-masuk kantor sambil membawa barang jualan senter kaca-mata sambil berjalan-kaki (sales).
Simbol budaya, misalnya: menggunakan dialek bahasa-bahasa tertetu menunjukkan asal daerah seseorang.
Simbol budaya, misalnya: mengkonsumsi sayur kelor (etnis kaili), pecel lele (orang Jawa), ceker ayam (orang Jawa) atau tidak (non-Jawa).
Simbol budaya juga tercermin biasanya pada pola pikir seseorang: kampungan atau modern.
Deep Meaning
Makna terdalam dari sebuah peristiwa. Apa yang tampak terlihat, tidak sama dengan apa yang sesungguhnya terjadi. Misalnya: wanita berpendidikan (mantan preman yang insaf) >< wanita tidak berpendidikan (dari keluarga terpandang & berpendidikan).
Hal ini dapat diketahui melalui penelitian.
Ruang-ruang Dalam Kehidupan Manusia
Contoh kasus: ruang elektronik dan ruang jalanan dalam kehidupan manusia.
Ruang elektonik (electronic space) : di mana interaksi langsung sudah tidak menjadi begitu penting. Orang-orang saling beriteraksi melalui jaringan elektronika. Hampir segala kebutuhan dipenuhi melaui peralatan elektronika, misalnya: pesan makanan via telepon, berbelanja via internet, transaksi ATM, dll.
Ruang jalanan : dinamika yang terjadi di jalanan. Orang-orang ‘jalanan’, perilakunya, kebiasaannya, kebrutalannya, copet, dll.
Filosofi dari Sebuah Masyarakat
Dari pola pikir masyarakat, aktivitas yang berlangsung di dalamnya, dinamika sosial yang terjadi, tools (peralatan atau benda-benda) yang digunakan, mencerminkan filosofi sebuah masyarakat.
Kota Palu: perkembangan kota yang lambat, pola pikir yang ‘terbelakang’, Mall yang ada, suasana jalan raya, dll.
Kota Jakarta: macet, stratifikasi sosial yang sangat tajam, pola pikir yang maju, individualistis, dll.
Pengantar Antropologi-4
KEANEKA-RAGAMAN KEBUDAYAAN DI INDONESIA
Kebudayaan adalah keseluruhan dari sistem ide/gagasan, perilaku/aktivitas, serta benda budaya yang dihasilkan oleh manusia melalui proses belajar.
Kebudayaan dapat terwujud atas 3 (tiga) bentuk, yakni:
1. Sistem kognitif : ide, gagasan, yang ada dalam pikiran manusia, diwujudkan dalam bentuk insipirasi, gagasan, usul, dll.
2. Sistem sosial : perilaku, aktivitas, tingkah-laku manusia, terwujud dalam bentuk interaksi antarindividu atau kelompok dan dengan lingkungan sekitarnya.
3. Artefak : segala bentuk material yang dihasilkan oleh manusia.
Kebudayaan diperoleh dan dihasilkan melalui proses belajar, diwariskan dari generasi ke generasi, dari yang sebelumnya belum ada menjadi ada, yang dihasilkan oleh manusia.
Kebudayaan yang dimiliki oleh seluruh umat manusia yang ada di muka bumi ini secara umum terdiri atas 7 (tujuh) bagian :
1. bahasa
2. kesenian
3. organisasi sosial dan sistem kekerabatan
4. sistem perekonomian
5. sistem pegetahuan
6. sistem religi
7. sistem teknologi
Masing-masing suku bangsa yang ada sedikitnya memiliki tujuh unsur kebudayaan universal tersebut.
Kenapa hal tersebut penting untuk dikaji?
Kebudayaan dalam segala bentuk dan wujudnya penting untuk dikaji mengingat adanya perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap suku bangsa dan kelompok tersebut, terkadang dijadikan sebagai ”alat” olah para provokator untuk memecah-belah rakyat Indonesia.
Persoalan perbedaan kebudayaan menjadi hal yang sangat rawan dalam memicu terjadinya konflik. Mengapa demikian? Karena perbedaan tersebut menampakkan ”ciri khas” (karakteristik) tertentu yang menjadikan suatu suku bangsa berbeda dengan suku bangsa lainnya. Perbedaan setiap suku bangsa tersebut terutama terletak pada sistem nilai (ideologi/filosofi) yang difahami atau dimiliki oleh suku bangsa yang bersangkutan.
Perkembangan kebudayaan terjadi seiring dengan perkembangan zaman. Zaman berubah, kebudayaan pun ikut berubah. Karena adanya perubahan tersebut, saat ini terkadang antara suatu suku bangsa dengan suku bangsa lainnya memiliki seperangkat kebudayaan yang serupa. Pada awalnya persamaan tersebut tercipta karena adanya pembauran antarkebudayaan (hubungan atau komunikasi antarbudaya) yang berbeda. Akibat dari pembauran tersebut, terjalinlah saling adaptasi (penyesuaian diri) dari kebudayaan yang berbeda itu.
Sehingga dalam perkembangannya kemudian terdapatlah beberapa unsur kebudayaan yang serupa. Akan tetapi meskipun dalam wujudnya kebudayaan tersebut sama atau serupa akan tetapi fiosofi atau ideologi atau faham yang dmiliki oleh kebudayaan tersebut tetap berbeda.
Contoh kasus : Kampus merupakan salah satu artefak (benda budaya yang dihasilkan oleh manusia). Orang Jawa (Jakarta) memiliki kampus (Universitas Indonesai), orang Bugis dan Makassar di Sulawesi Selatan juga memiliki kampus, Universitas Hasanuddin. Demikian halnya dengan masyarakat Sulawesi Tengah dalam hal ini suku bangsa Kaili pun memiliki kampus (Universitas Tadulako). Ketiganya adalah kamus, tempat studi bagi mahasiswa. Akan tetapi nuansa akademisi yang terjadi, sistem pengelolaan kampus yang berlaku di ketiga universitas tersebut berbeda, karena filosofi yang difahami oleh masyarakat yang pada umumnya memanfaatkan kampus tersebut berbeda.
Perbedaan-perbedaan kebudayaan yang dimiliki oleh tiap-tiap suku bangsa yang ada, secara jelas dapat dilihat pada materiaisme kebudayaan yang dihasilan oleh tiap-tiap suku bangsa tadi, dan dijadika sebagai ”ikon” suku bangsa yang bersangkutan. Misalnya: ”baju bodo” adalah pakaian adat dari Sulawesi Selatan, rumah ”Tongkonan” adalah rumah adat orang Toraja, dan ”Kaledo” adalah makanan khas traisional orang Kaili. Dan persoalan-persoalan tersebut masih sangat nampak dan jelas pada masyarakt pedesaan yang ada di Indonesia, yang pada umumnya masih hidup secara primordial (menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional yang difahaminya).
Sementara itu pada masyaraat perkotaan (modern) persoalan tersebut mulai memudar, hal ini dipengaruhi oleh pesatnya perkembangan pengetahuan dan teknologi.
Akan tetapi pesatnya perkembangan pengetahuan dan teknologi tadi tidak menjadikan kebudayaan menjadi hilang. Melainkan apa yang berubah dan apa yang tidak berubah di sepanjang hidup manusia itulah kebudayaan. Sepanjang mendapat campur tangan dari manusia dan menjadi hasil karya manusia, itulah kebudayaan.
Pada masyarakat modern, perbedaan kebudayaan tidak lagi (sulit) dilihat dari materialisme kebudayaan dari suku bangsa yang bersangkutan. Melainkan dapat dilihat dari perilaku-perilaku yang berkembang, serta simbol-simbol atas perilaku, dan makna-makna yang tercipta dari perilaku tersebut.
Mengapa demikian? Sebab sistem nilai budaya yang dimiliki oleh manusia (suatu suku bangsa) tercermin dari simbol dan makna yang terlahir melalui adanya interaksi antarsuku bangsa.
Meskipun materialisme kebudayaan suatu suku bangsa dapat berubah akan tetapi sistem nilai (faham/ideologi) yang dimiliki oleh suatu suku bangsa sangat sulit untuk berubah atau hilang.
Kebudayaan adalah keseluruhan dari sistem ide/gagasan, perilaku/aktivitas, serta benda budaya yang dihasilkan oleh manusia melalui proses belajar.
Kebudayaan dapat terwujud atas 3 (tiga) bentuk, yakni:
1. Sistem kognitif : ide, gagasan, yang ada dalam pikiran manusia, diwujudkan dalam bentuk insipirasi, gagasan, usul, dll.
2. Sistem sosial : perilaku, aktivitas, tingkah-laku manusia, terwujud dalam bentuk interaksi antarindividu atau kelompok dan dengan lingkungan sekitarnya.
3. Artefak : segala bentuk material yang dihasilkan oleh manusia.
Kebudayaan diperoleh dan dihasilkan melalui proses belajar, diwariskan dari generasi ke generasi, dari yang sebelumnya belum ada menjadi ada, yang dihasilkan oleh manusia.
Kebudayaan yang dimiliki oleh seluruh umat manusia yang ada di muka bumi ini secara umum terdiri atas 7 (tujuh) bagian :
1. bahasa
2. kesenian
3. organisasi sosial dan sistem kekerabatan
4. sistem perekonomian
5. sistem pegetahuan
6. sistem religi
7. sistem teknologi
Masing-masing suku bangsa yang ada sedikitnya memiliki tujuh unsur kebudayaan universal tersebut.
Kenapa hal tersebut penting untuk dikaji?
Kebudayaan dalam segala bentuk dan wujudnya penting untuk dikaji mengingat adanya perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap suku bangsa dan kelompok tersebut, terkadang dijadikan sebagai ”alat” olah para provokator untuk memecah-belah rakyat Indonesia.
Persoalan perbedaan kebudayaan menjadi hal yang sangat rawan dalam memicu terjadinya konflik. Mengapa demikian? Karena perbedaan tersebut menampakkan ”ciri khas” (karakteristik) tertentu yang menjadikan suatu suku bangsa berbeda dengan suku bangsa lainnya. Perbedaan setiap suku bangsa tersebut terutama terletak pada sistem nilai (ideologi/filosofi) yang difahami atau dimiliki oleh suku bangsa yang bersangkutan.
Perkembangan kebudayaan terjadi seiring dengan perkembangan zaman. Zaman berubah, kebudayaan pun ikut berubah. Karena adanya perubahan tersebut, saat ini terkadang antara suatu suku bangsa dengan suku bangsa lainnya memiliki seperangkat kebudayaan yang serupa. Pada awalnya persamaan tersebut tercipta karena adanya pembauran antarkebudayaan (hubungan atau komunikasi antarbudaya) yang berbeda. Akibat dari pembauran tersebut, terjalinlah saling adaptasi (penyesuaian diri) dari kebudayaan yang berbeda itu.
Sehingga dalam perkembangannya kemudian terdapatlah beberapa unsur kebudayaan yang serupa. Akan tetapi meskipun dalam wujudnya kebudayaan tersebut sama atau serupa akan tetapi fiosofi atau ideologi atau faham yang dmiliki oleh kebudayaan tersebut tetap berbeda.
Contoh kasus : Kampus merupakan salah satu artefak (benda budaya yang dihasilkan oleh manusia). Orang Jawa (Jakarta) memiliki kampus (Universitas Indonesai), orang Bugis dan Makassar di Sulawesi Selatan juga memiliki kampus, Universitas Hasanuddin. Demikian halnya dengan masyarakat Sulawesi Tengah dalam hal ini suku bangsa Kaili pun memiliki kampus (Universitas Tadulako). Ketiganya adalah kamus, tempat studi bagi mahasiswa. Akan tetapi nuansa akademisi yang terjadi, sistem pengelolaan kampus yang berlaku di ketiga universitas tersebut berbeda, karena filosofi yang difahami oleh masyarakat yang pada umumnya memanfaatkan kampus tersebut berbeda.
Perbedaan-perbedaan kebudayaan yang dimiliki oleh tiap-tiap suku bangsa yang ada, secara jelas dapat dilihat pada materiaisme kebudayaan yang dihasilan oleh tiap-tiap suku bangsa tadi, dan dijadika sebagai ”ikon” suku bangsa yang bersangkutan. Misalnya: ”baju bodo” adalah pakaian adat dari Sulawesi Selatan, rumah ”Tongkonan” adalah rumah adat orang Toraja, dan ”Kaledo” adalah makanan khas traisional orang Kaili. Dan persoalan-persoalan tersebut masih sangat nampak dan jelas pada masyarakt pedesaan yang ada di Indonesia, yang pada umumnya masih hidup secara primordial (menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional yang difahaminya).
Sementara itu pada masyaraat perkotaan (modern) persoalan tersebut mulai memudar, hal ini dipengaruhi oleh pesatnya perkembangan pengetahuan dan teknologi.
Akan tetapi pesatnya perkembangan pengetahuan dan teknologi tadi tidak menjadikan kebudayaan menjadi hilang. Melainkan apa yang berubah dan apa yang tidak berubah di sepanjang hidup manusia itulah kebudayaan. Sepanjang mendapat campur tangan dari manusia dan menjadi hasil karya manusia, itulah kebudayaan.
Pada masyarakat modern, perbedaan kebudayaan tidak lagi (sulit) dilihat dari materialisme kebudayaan dari suku bangsa yang bersangkutan. Melainkan dapat dilihat dari perilaku-perilaku yang berkembang, serta simbol-simbol atas perilaku, dan makna-makna yang tercipta dari perilaku tersebut.
Mengapa demikian? Sebab sistem nilai budaya yang dimiliki oleh manusia (suatu suku bangsa) tercermin dari simbol dan makna yang terlahir melalui adanya interaksi antarsuku bangsa.
Meskipun materialisme kebudayaan suatu suku bangsa dapat berubah akan tetapi sistem nilai (faham/ideologi) yang dimiliki oleh suatu suku bangsa sangat sulit untuk berubah atau hilang.
Pengantar Antropologi-3
PENGANTAR TENTANG PERSEBARAN DAN
PERUBAHAN KEBUDAYAAN
Oleh : Resmiwaty
PERSEBARAN KEBUDAYAAN
Kebudayaan mengalami persebaran dari satu tempat ke tempat yang lain (difusi kebudayaan). Misalnya: makanan KFC dari Amerika ke Indonesia.
Persebaran terjadi karena adanya kontak baik secara langsung maupun tidak langsung. Kontak dapat berupa kunjungan, migrasi, perkawinan, peperangan, dll.
Kontak secara langsung melalui pertemuan langsung. Misalnya: Reog Ponorogo yang ditampilkan di Malaysia adalah bentuk kebudayaan Indonesia yang dibawa oleh orang Surabaya ke Malaysia.
Kontak tidak langsung melalui media/perantara. Misalnya: Film-film garapan sineas Hollywood yang ditonton mellaui layar TV atau bioskop.
Kebudayaan tersebar dari tempat asalnya ke tempat yang baru. Misalnya: batik dari Jawa dipakai di Palu.
Kebudayaan dibawa dari tempat asalnya oleh si pemilik kebudayaan. Ini menyebabkan terjadinya pertemuan antar kebudayaan yang berbeda, menyebabkan perubahan kebudayaan.
Kebudayaan juga berubah karena perubahan jaman dan peradaban manusia, perubahan terjadi seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia di segala aspek kehidupan. Misalnya dulu HP belum ada, sekarang ada karena dicinptakan untuk memudahkan komunikasi dari berbagai daerah.
Tradisional menuju ke modernisasi. Kehidupan manusia yang sederhana berubah menjadi kompleks. Kebutuhan dari hanya kebutuhan pokok, bertambah dengan kebutuhan lainnya, kebutuhan lux & intertain.
Kebudayaan tersebar tidak hanya terbawa oleh si pemilik kebudayaan (aktor) tetapi juga terbawa oleh media/perantara. Misalnya melalui teknologi. Iklan-iklan yang tersebar di media massa (TV, majalah, internet) memperkenalkan tools (barang-barang) kepada konsumen.
Persebaran kebudayaan yang terbawa oleh media/perantara menyebabkan interaksi antarorang menjadi kabur.
Dengan demikian perubahan kebudayaan membawa dampak yang besar bagi intensitas hubungan antarpeson pun antarkelompok masyarakat.
Hal ini dapat dilihat pada fungsi HP & internet.
PERUBAHAN KEBUDAYAAN
Fungsi HP misalnya sebagai pengganti peran ibu dalam mengasuh anak. Anak yang sedang sakit di kota lain diingatkan minum obat oleh ibu melalui HP. Atau internet misalnya dapat menggantikan peran dosen dalam memberikan materi perkuliahan karena mahasiswa dapat mengaksesnya dari internet.
Intensitas pertemuan antarperson dapat tergantikan oleh teknologi. Akibatnya interaksi psikologis antarperson menjadi kabur. Interkasi langsung dengan unsur psiokologis/emosional di dalamnya menjadi tidak penting.
Persoalan kemanusiaan menjadi persoalan baru, kehadiran orang lain tidak begitu penting, menyebabkan unsur-unsur individual dalam kehidupan manusia menjadi dominan, meminggirkan aspek kebersamaan dan solidaritas.
Hal ini juga mengakibatkan mobilitas (perpindahan) manusia menjadi semakin pesat. Baik untuk tujuan ekonomi, pendidikan, atau hiburan. Sebagai pengaruh dari semakin kompleksnya kebutuhan manusia.
Manusia berpindah ke tempat lain untuk mencari sumber kehidupan yang lebih menjanjikan. Membuka peluang usaha di tempat lain, mencari lembaga pendidikan yang lebih berkualitas, atau rekreasi ke tempat lain.
Kebutuhan manusia dipenuhi tidak lagi berdasarkan fungsi tetapi identitas sosial. Contoh: HP, pakaian, & mobil yang ketinggalan jaman meskipun masih bisa dipakai, ‘dibuang’ digantikan dengan model yang terbaru/termahal.
KONSTRUKSI IDENTITAS KARENA PERUBAHAN KEBUDAYAAN
Identitas berdasarkan citra diri seseorang.
Citra terpancarkan melalui tools yang dimiliki/dipakai. Misalnya laptop citra bagi kalangan berduit karena harga laptop yang relatif mahal.
Adanya diferensiasi tools berdasarkan kelasnya, memberikan pilihan kepada manusia untuk memilikinya.
Kelas tools ditentukan oleh nilai/harga yang ada pada tools tsb. Misalnya harga ROLEX yang mahal menjadikannya sebagai barang yang berkelas (luxury).
Atau JAGUAR yang harganya mahal menjadikan pemilik/pemakainya sebagai orang yang berkelas.
Segala sektor kehidupan manusia juga menjadi variatif dan terdiferensiasi dalam status/kelas.
Makanan salah satunya. KFC, McD, Pizza Hut termasuk makanan yang berkelas di Indonesia karena harganya yang relatif mahal. Di daerah asalnya (AS) makanan tsb. termasuk dalam jenis makanan ‘jalanan’.
Rumah (tempat tinggal) pun demikian. Ada perumahan elit ada perumahan kumuh. Ada kompleks perumahan bergengsi ada kompleks perumahan RSS. Contoh: bandingkan antara Bumi Serpong Damai dengan rumah-rumah kumuh di pinggiran sungai Ciliwung Jakarta.
Perhiasan contoh lainnya. Perhiasan asli dengan imitasi harganya berbeda, kualitasnya juga demikian. Ini mempengaruhi citra pemakainya. Contohnya: berlian, emas, permata, dll.
KONSTRUKSI KEKUASAAN
Hal tersebut juga berimbas ke perilaku manusia. Manusia terdiferensiasi berdasarkan status sosial. Karena status tersebut ‘kelas atas’ cenderung merasa lebih berkuasa dibandingkan dengan ‘kelas bawah’. Kelas atas menguasai dan mengontrol kelas bawah. Mangakibatkan manusia berlomba-lomba masuk ke kelas atas dengan berbagai cara.
Usaha tidak lagi dilakukan dengan legal, tetapi illegal, maka muncullah korupsi, kolusi, nepotisme, dll.
Demi memperoleh kekuasaan dengan segala cara ditempuh oleh individu (kelompok) dapat pula menimbulkan konflik/pertentangan.
Konflik tidak hanya pada tataran fisik tetapi juga kepentingan.
Contoh kasus dapat dilihat dalam pengelolaan suatu institusi, pemimpin yang korup menyebabkan kemiskinan pada bawahannya.
Pemimpin yang korup mengesampingkan kepentingan bawahan/rakyat & mengutamakan kepentingannya untuk mengumpulkan kekayaan.
Lembaga-lembaga independent non-kepemerintahan (salah satunya: LSM) yang berdemo/memberontak untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat.
PERUBAHAN KEBUDAYAAN
Oleh : Resmiwaty
PERSEBARAN KEBUDAYAAN
Kebudayaan mengalami persebaran dari satu tempat ke tempat yang lain (difusi kebudayaan). Misalnya: makanan KFC dari Amerika ke Indonesia.
Persebaran terjadi karena adanya kontak baik secara langsung maupun tidak langsung. Kontak dapat berupa kunjungan, migrasi, perkawinan, peperangan, dll.
Kontak secara langsung melalui pertemuan langsung. Misalnya: Reog Ponorogo yang ditampilkan di Malaysia adalah bentuk kebudayaan Indonesia yang dibawa oleh orang Surabaya ke Malaysia.
Kontak tidak langsung melalui media/perantara. Misalnya: Film-film garapan sineas Hollywood yang ditonton mellaui layar TV atau bioskop.
Kebudayaan tersebar dari tempat asalnya ke tempat yang baru. Misalnya: batik dari Jawa dipakai di Palu.
Kebudayaan dibawa dari tempat asalnya oleh si pemilik kebudayaan. Ini menyebabkan terjadinya pertemuan antar kebudayaan yang berbeda, menyebabkan perubahan kebudayaan.
Kebudayaan juga berubah karena perubahan jaman dan peradaban manusia, perubahan terjadi seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia di segala aspek kehidupan. Misalnya dulu HP belum ada, sekarang ada karena dicinptakan untuk memudahkan komunikasi dari berbagai daerah.
Tradisional menuju ke modernisasi. Kehidupan manusia yang sederhana berubah menjadi kompleks. Kebutuhan dari hanya kebutuhan pokok, bertambah dengan kebutuhan lainnya, kebutuhan lux & intertain.
Kebudayaan tersebar tidak hanya terbawa oleh si pemilik kebudayaan (aktor) tetapi juga terbawa oleh media/perantara. Misalnya melalui teknologi. Iklan-iklan yang tersebar di media massa (TV, majalah, internet) memperkenalkan tools (barang-barang) kepada konsumen.
Persebaran kebudayaan yang terbawa oleh media/perantara menyebabkan interaksi antarorang menjadi kabur.
Dengan demikian perubahan kebudayaan membawa dampak yang besar bagi intensitas hubungan antarpeson pun antarkelompok masyarakat.
Hal ini dapat dilihat pada fungsi HP & internet.
PERUBAHAN KEBUDAYAAN
Fungsi HP misalnya sebagai pengganti peran ibu dalam mengasuh anak. Anak yang sedang sakit di kota lain diingatkan minum obat oleh ibu melalui HP. Atau internet misalnya dapat menggantikan peran dosen dalam memberikan materi perkuliahan karena mahasiswa dapat mengaksesnya dari internet.
Intensitas pertemuan antarperson dapat tergantikan oleh teknologi. Akibatnya interaksi psikologis antarperson menjadi kabur. Interkasi langsung dengan unsur psiokologis/emosional di dalamnya menjadi tidak penting.
Persoalan kemanusiaan menjadi persoalan baru, kehadiran orang lain tidak begitu penting, menyebabkan unsur-unsur individual dalam kehidupan manusia menjadi dominan, meminggirkan aspek kebersamaan dan solidaritas.
Hal ini juga mengakibatkan mobilitas (perpindahan) manusia menjadi semakin pesat. Baik untuk tujuan ekonomi, pendidikan, atau hiburan. Sebagai pengaruh dari semakin kompleksnya kebutuhan manusia.
Manusia berpindah ke tempat lain untuk mencari sumber kehidupan yang lebih menjanjikan. Membuka peluang usaha di tempat lain, mencari lembaga pendidikan yang lebih berkualitas, atau rekreasi ke tempat lain.
Kebutuhan manusia dipenuhi tidak lagi berdasarkan fungsi tetapi identitas sosial. Contoh: HP, pakaian, & mobil yang ketinggalan jaman meskipun masih bisa dipakai, ‘dibuang’ digantikan dengan model yang terbaru/termahal.
KONSTRUKSI IDENTITAS KARENA PERUBAHAN KEBUDAYAAN
Identitas berdasarkan citra diri seseorang.
Citra terpancarkan melalui tools yang dimiliki/dipakai. Misalnya laptop citra bagi kalangan berduit karena harga laptop yang relatif mahal.
Adanya diferensiasi tools berdasarkan kelasnya, memberikan pilihan kepada manusia untuk memilikinya.
Kelas tools ditentukan oleh nilai/harga yang ada pada tools tsb. Misalnya harga ROLEX yang mahal menjadikannya sebagai barang yang berkelas (luxury).
Atau JAGUAR yang harganya mahal menjadikan pemilik/pemakainya sebagai orang yang berkelas.
Segala sektor kehidupan manusia juga menjadi variatif dan terdiferensiasi dalam status/kelas.
Makanan salah satunya. KFC, McD, Pizza Hut termasuk makanan yang berkelas di Indonesia karena harganya yang relatif mahal. Di daerah asalnya (AS) makanan tsb. termasuk dalam jenis makanan ‘jalanan’.
Rumah (tempat tinggal) pun demikian. Ada perumahan elit ada perumahan kumuh. Ada kompleks perumahan bergengsi ada kompleks perumahan RSS. Contoh: bandingkan antara Bumi Serpong Damai dengan rumah-rumah kumuh di pinggiran sungai Ciliwung Jakarta.
Perhiasan contoh lainnya. Perhiasan asli dengan imitasi harganya berbeda, kualitasnya juga demikian. Ini mempengaruhi citra pemakainya. Contohnya: berlian, emas, permata, dll.
KONSTRUKSI KEKUASAAN
Hal tersebut juga berimbas ke perilaku manusia. Manusia terdiferensiasi berdasarkan status sosial. Karena status tersebut ‘kelas atas’ cenderung merasa lebih berkuasa dibandingkan dengan ‘kelas bawah’. Kelas atas menguasai dan mengontrol kelas bawah. Mangakibatkan manusia berlomba-lomba masuk ke kelas atas dengan berbagai cara.
Usaha tidak lagi dilakukan dengan legal, tetapi illegal, maka muncullah korupsi, kolusi, nepotisme, dll.
Demi memperoleh kekuasaan dengan segala cara ditempuh oleh individu (kelompok) dapat pula menimbulkan konflik/pertentangan.
Konflik tidak hanya pada tataran fisik tetapi juga kepentingan.
Contoh kasus dapat dilihat dalam pengelolaan suatu institusi, pemimpin yang korup menyebabkan kemiskinan pada bawahannya.
Pemimpin yang korup mengesampingkan kepentingan bawahan/rakyat & mengutamakan kepentingannya untuk mengumpulkan kekayaan.
Lembaga-lembaga independent non-kepemerintahan (salah satunya: LSM) yang berdemo/memberontak untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat.
Pengantar Antropologi-2
KEBUDAYAAN
J.J Honingmann memahami bahwa ada tiga gejala kebudayaan; ideas, aktivities, dan artifacts.
Koentjaraningrat mengajukan empat wujud kebudayaan; kebudayan sebagai nilai ideologis, kebudayaan sebagai sistem gagasan, kebudayan sebagai tingkah laku dan tindakan yang berpola, dan kebudayan sebgai benda fisik (artefacts).
Nilai-nilai budaya merupakan tahap filosofis atau ideologis yang terbentuk karena pengalaman manusia, tahap ini merupakan hasil pemikiran yang biasanya memiliki bentuk tekstual tersurat maupun tersirat dalam norma, aturan adat, cerita rakyat atau karya seni.
Sistem budaya berupa gagasan dan konsep juga merupakan manifestasi hasil pemikiran. Tahap wujud ini juga memiliki bentuk tertulis tersurat dan beberapa dapat berbentuk gambar atau konfigurasi.
Sistem sosial sebagai tahap wujud selanjutnya merupakan tindakan dalam rangka “mewujudkan” konsep. Tahap wujud ini dapat berbentuk tulisan, gambar, konfigurasi maupun kegiatan.
Kebudayaan fisik merupakan wujud hasil dalam sebuah kebudayaan. Sehingga pada wujud terakhir ini kebudayaan memiliki bentuk paling nyata diantara bentuk yang lain. Pada wujud inilah kebudayaan seringkali sudah memiliki bentuk benda, sehingga dapat dilihat, disentuh dan dirasakan.
J.J Honingmann memahami bahwa ada tiga gejala kebudayaan; ideas, aktivities, dan artifacts.
Koentjaraningrat mengajukan empat wujud kebudayaan; kebudayan sebagai nilai ideologis, kebudayaan sebagai sistem gagasan, kebudayan sebagai tingkah laku dan tindakan yang berpola, dan kebudayan sebgai benda fisik (artefacts).
Nilai-nilai budaya merupakan tahap filosofis atau ideologis yang terbentuk karena pengalaman manusia, tahap ini merupakan hasil pemikiran yang biasanya memiliki bentuk tekstual tersurat maupun tersirat dalam norma, aturan adat, cerita rakyat atau karya seni.
Sistem budaya berupa gagasan dan konsep juga merupakan manifestasi hasil pemikiran. Tahap wujud ini juga memiliki bentuk tertulis tersurat dan beberapa dapat berbentuk gambar atau konfigurasi.
Sistem sosial sebagai tahap wujud selanjutnya merupakan tindakan dalam rangka “mewujudkan” konsep. Tahap wujud ini dapat berbentuk tulisan, gambar, konfigurasi maupun kegiatan.
Kebudayaan fisik merupakan wujud hasil dalam sebuah kebudayaan. Sehingga pada wujud terakhir ini kebudayaan memiliki bentuk paling nyata diantara bentuk yang lain. Pada wujud inilah kebudayaan seringkali sudah memiliki bentuk benda, sehingga dapat dilihat, disentuh dan dirasakan.
Pengantar Antropologi-1
PENGANTAR ANTROPOLOGI
DEFINISI DAN RUANG LINGKUP KAJIAN
Antropologi; ilmu yang intens mempelajari tentang manusia berusaha mempelajari, menganalisa, dan mendeskripsikan manusia secara menyeluruh (holisik).
Claude Levi-Strauss; “Antropologi itu menempatkan manusia sebagai bahan penelitiannya,tetapi berbeda dengan ilmu sosial lain, antropologi menangani bahan penelitianya secara luas.
Carol R. Ember dan Melvin Ember; sifat khas yang membedakan antropologi dengan ilmu lain, ilmu ini memiliki perhatian terhadap manusia yang mendiami tempat manapun dan yang penah hidup dijaman manapun.
Antropologi di kategorikan dalam dua percabangan: antro.fisik dan antro. Budaya.
Antro.fisik pada awalnya cenderung berminat pada anatomi komparasi, yakni membandingkan anatomi mahluk primata dan spesies manusia serta hubunganya dengan manusia modern dengan nenek moyangnya. Kajian ini manusia dilihat sbg mahluk yang mengalami evolusi fisik yang panjang.
Antro. Fisik dibagi dua Paleo-antropologi dan somatologi. Paleo-antro.;”munculnya manusia dan perkembngannya dengan mengkaji fosil-fosil yang ditemukan dalam lapsan tanah; Somatologi bicara ttg variasi diantara mahluk manusia, bagaimana dan apa sebabnya mahluk manusia memiliki ciri khas fisik yang bervariasi
Antropologi budaya/sosial terbagi atas; Arkeologi(pre-histori) mempelajari kehidupan masyarakat pra-sejarah (belum mengenal tulisan); bahan kajianya adl semua artepak benda sejarah yang ditemukan pada lapisan tanah (benda keramik, tembikar, batu kapak,etc). Etnolinguistik mempelajari bahasa-bahasa. Kajianya mempeljari timbulnya bahasa, persebaran bahasa dan bagaimana terjadinya variasi bahasa. Etnologi mempelajari kehidupan suku-suku bangsa, kajiannya mempelajari pola-pola kelakuan; adat-istiadat, perkawinan, sistem mata pencaharian sitem politik, agama, struktur kekerabatan, kesenian dsb.
Antropologi memiliki spesialisasi kajian :
• Antropologi Ekonomi
• Antropologi Politik
• Antropologi Arsitektur
• Antropologi Agama
• Antropologi Kesehatan
• Antropologi Pedesaan
• Antroplogi Perkotaan
• Antropologi Visual
• Antropologi Hukum
• Antropologi Lingkungan
• Antropologi Pembangunan
• Antropologi Pendidikan
PERSPEKTIF ANTROPOLOGI
Saifuddin (2005:23) perspektif(cara pandang) merupakan penekanan aspek tertentu dan menjadikan aspek-aspek lain sebagai lingkungn yang mendukung.
Tiga perspektif dalam antropologi; (1) Perspektif menekanan pada analisa masyarakat dan kebudayaan; (2) Perspektif yang menekankan faktor waktu, yang terdiri dari proses histroris masa lampau (diakronik), masa kini (sigkronik)dan interaksi masa lampau dan masa kini (interaksionis). (3) perspektif konstelasi teori-teori dan berbagai kemungkinan keterkaitan serta relevansi satu sama lain.
DEFINISI DAN RUANG LINGKUP KAJIAN
Antropologi; ilmu yang intens mempelajari tentang manusia berusaha mempelajari, menganalisa, dan mendeskripsikan manusia secara menyeluruh (holisik).
Claude Levi-Strauss; “Antropologi itu menempatkan manusia sebagai bahan penelitiannya,tetapi berbeda dengan ilmu sosial lain, antropologi menangani bahan penelitianya secara luas.
Carol R. Ember dan Melvin Ember; sifat khas yang membedakan antropologi dengan ilmu lain, ilmu ini memiliki perhatian terhadap manusia yang mendiami tempat manapun dan yang penah hidup dijaman manapun.
Antropologi di kategorikan dalam dua percabangan: antro.fisik dan antro. Budaya.
Antro.fisik pada awalnya cenderung berminat pada anatomi komparasi, yakni membandingkan anatomi mahluk primata dan spesies manusia serta hubunganya dengan manusia modern dengan nenek moyangnya. Kajian ini manusia dilihat sbg mahluk yang mengalami evolusi fisik yang panjang.
Antro. Fisik dibagi dua Paleo-antropologi dan somatologi. Paleo-antro.;”munculnya manusia dan perkembngannya dengan mengkaji fosil-fosil yang ditemukan dalam lapsan tanah; Somatologi bicara ttg variasi diantara mahluk manusia, bagaimana dan apa sebabnya mahluk manusia memiliki ciri khas fisik yang bervariasi
Antropologi budaya/sosial terbagi atas; Arkeologi(pre-histori) mempelajari kehidupan masyarakat pra-sejarah (belum mengenal tulisan); bahan kajianya adl semua artepak benda sejarah yang ditemukan pada lapisan tanah (benda keramik, tembikar, batu kapak,etc). Etnolinguistik mempelajari bahasa-bahasa. Kajianya mempeljari timbulnya bahasa, persebaran bahasa dan bagaimana terjadinya variasi bahasa. Etnologi mempelajari kehidupan suku-suku bangsa, kajiannya mempelajari pola-pola kelakuan; adat-istiadat, perkawinan, sistem mata pencaharian sitem politik, agama, struktur kekerabatan, kesenian dsb.
Antropologi memiliki spesialisasi kajian :
• Antropologi Ekonomi
• Antropologi Politik
• Antropologi Arsitektur
• Antropologi Agama
• Antropologi Kesehatan
• Antropologi Pedesaan
• Antroplogi Perkotaan
• Antropologi Visual
• Antropologi Hukum
• Antropologi Lingkungan
• Antropologi Pembangunan
• Antropologi Pendidikan
PERSPEKTIF ANTROPOLOGI
Saifuddin (2005:23) perspektif(cara pandang) merupakan penekanan aspek tertentu dan menjadikan aspek-aspek lain sebagai lingkungn yang mendukung.
Tiga perspektif dalam antropologi; (1) Perspektif menekanan pada analisa masyarakat dan kebudayaan; (2) Perspektif yang menekankan faktor waktu, yang terdiri dari proses histroris masa lampau (diakronik), masa kini (sigkronik)dan interaksi masa lampau dan masa kini (interaksionis). (3) perspektif konstelasi teori-teori dan berbagai kemungkinan keterkaitan serta relevansi satu sama lain.
Langganan:
Postingan (Atom)